Belajar dari Kepompong yang Menjadi Kupu-kupu, Metamorfosis Ramadan: dari yang Diremehkan Menjadi yang Dibanggakan

  • Bagikan
Oleh: Muliadi Saleh, Penulis, Pemikir, Penggerak Literasi dan Kebudayaan

Siapa sangka, ulat yang dulu diremehkan kini menjelma menjadi simbol keindahan dan kebebasan?

Maka, ketika hidup membawamu ke titik terendah, ingatlah bahwa itu bukan akhir. Bisa jadi, itu hanyalah proses. Sebuah perjalanan dari sesuatu yang dianggap tak berharga menuju kebanggaan yang sejati. Bersabarlah dalam kepompongmu, karena suatu hari nanti, kamu akan terbang dengan indah seperti kupu-kupu.

Metamorfosis Ramadhan: Menuju Kemuliaan

Di awalnya, kita mungkin seperti ulat. Merayap dalam kesibukan dunia, terjebak dalam rutinitas yang membuat kita lupa hakikat perjalanan hidup. Kita mengejar kenikmatan duniawi, menggenggam erat segala keinginan, hingga tanpa sadar, kita semakin jauh dari cahaya.

Lalu Ramadhan datang. Bulan penuh berkah ini hadir bak kepompong, memaksa kita untuk melambat, menahan diri, dan merenungi makna hidup. Kita belajar berlapar, bukan sekadar menahan perut dari makanan, tetapi menenangkan hati dari kerakusan dunia. Kita bergerak pelan dalam sujud yang lebih panjang, dalam doa yang lebih khusyuk, dalam tilawah yang lebih mendalam.

Seperti kepompong yang tampak diam namun menyimpan keajaiban di dalamnya, Ramadhan membentuk kita tanpa kita sadari. Ia meluruhkan keserakahan, menyucikan hati, dan menanamkan kesabaran. Kita yang dulunya sibuk mengejar dunia kini mulai mengerti bahwa kebahagiaan sejati bukanlah tentang memiliki segalanya, tetapi tentang cukupnya hati.

Lalu, saat Ramadhan berakhir, kita pun terlahir kembali-reborn-, seperti kupu-kupu yang melebarkan sayapnya setelah melewati proses yang sulit. Kita keluar dari kepompong Ramadhan sebagai manusia yang lebih mulia, lebih bersih, lebih dekat dengan Allah.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan