FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim kemarau tahun 2025 akan berlangsung lebih singkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Hal ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor iklim global seperti fenomena La Niña lemah serta kondisi netral dari ENSO (El Niño-Southern Oscillation) dan IOD (Indian Ocean Dipole).
Deputi BMKG, Guswanto, menyampaikan bahwa kemarau akan mulai melanda sebagian besar wilayah Indonesia pada periode April hingga Juni 2025.
“Musim kemarau diprediksi dimulai pada April hingga Juni di 403 ZOM atau sekitar 57,7% wilayah Indonesia,” ujarnya, dikutip Rabu (16/4/2025).
Wilayah Nusa Tenggara menjadi salah satu daerah yang diperkirakan lebih awal memasuki musim kemarau, sementara daerah lain seperti Sumatera dan Kalimantan hanya akan mengalami kemarau sekitar dua bulan (enam dasarian).
Sebaliknya, wilayah Sulawesi diperkirakan akan mengalami kemarau lebih lama, bahkan mencapai lebih dari 24 dasarian.
BMKG memproyeksikan puncak musim kemarau terjadi pada bulan Agustus di mayoritas wilayah Indonesia.
“Puncak musim kemarau 2025 diprediksi terjadi pada Agustus di sebagian besar wilayah, dengan kemungkinan lebih awal atau sama seperti biasanya,” terang Guswanto.
Meski memasuki musim kemarau, curah hujan tahunan di berbagai daerah masih akan berada dalam kategori normal. Ini menunjukkan bahwa tidak semua wilayah akan mengalami penurunan curah hujan secara drastis.
Musim kemarau yang lebih singkat tahun ini dipengaruhi oleh La Niña lemah yang terjadi di awal tahun serta meningkatnya suhu permukaan laut.
“Kondisi La Niña lemah di awal tahun 2025 dapat meningkatkan curah hujan, sementara suhu laut yang meningkat tidak menyebabkan kemarau panjang karena ENSO tetap netral,” jelas Guswanto.
Ia menambahkan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia bahkan diperkirakan mengalami curah hujan dalam kategori normal hingga di atas normal.
Meskipun kemarau tahun ini tidak terlalu ekstrem, BMKG mengingatkan bahwa risiko bencana hidrometeorologi tetap perlu diwaspadai, terutama di awal tahun.
“Peningkatan produktivitas tanaman pangan dapat terjadi, tetapi perlu diwaspadai risiko bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor,” tegas Guswanto.
BMKG juga menekankan pentingnya kesiapan infrastruktur sumber daya air, seperti sistem tampungan dan saluran drainase, guna mengantisipasi banjir dan menjamin ketersediaan air selama musim kemarau berlangsung.
Daerah-daerah seperti Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT) diperkirakan mengalami hari tanpa hujan yang cukup panjang. Oleh karena itu, masyarakat dan pemerintah daerah di wilayah tersebut diminta untuk bersiap menghadapi potensi kekeringan. (Wahyuni/Fajar)