FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melakukan pemeriksaan terhadap 28 orang saksi dalam perkara dugaan korupsi pengadaan "Chromebook" di lingkungan Kemendikbudristek (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) yang berlangsung pada periode 2019 hingga 2022.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, saat ditemui di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu.
“Informasi dari penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) hingga saat ini saksi yang sudah dipanggil dan diperiksa berjumlah 28 orang,” kata Harli.
Ia tidak memberikan penjelasan detail terkait identitas para saksi, namun disebutkan bahwa dua di antaranya adalah FH dan JT, yang merupakan mantan staf khusus mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim.
“Ada beberapa barang bukti yang sudah disita dan mereka berdua sudah termasuk dalam daftar saksi yang sudah dipanggil serta diperiksa,” katanya.
Harli menyebutkan bahwa pemeriksaan terhadap FH dan JT dilakukan karena mereka diduga memiliki keterlibatan dalam kasus dugaan korupsi tersebut.
Penyidik pun menggali lebih dalam keterangan keduanya untuk mendapatkan informasi tambahan mengenai pengadaan Chromebook.
Sampai saat ini, status FH dan JT masih sebagai saksi.
Diketahui bahwa penyidikan perkara ini ditangani oleh Jampidsus Kejagung dan berkaitan dengan pengadaan Chromebook oleh Kemendikbudristek selama kurun waktu 2019 hingga 2022.
Kapuspenkum menjelaskan bahwa penyidik tengah mengusut kemungkinan adanya persekongkolan jahat antara sejumlah pihak yang mengarahkan tim teknis untuk membuat kajian teknis tertentu terkait pengadaan perangkat pendukung pendidikan teknologi pada tahun 2020.
“Supaya diarahkan pada penggunaan laptop yang berbasis pada operating system (sistem operasi) Chrome,” katanya.
Ia menambahkan bahwa penggunaan Chromebook sebenarnya tidak mendesak, sebab pada tahun 2019 telah dilakukan uji coba terhadap 1.000 unit Chromebook oleh Pustekom Kemendikbudristek, dan hasilnya menunjukkan bahwa perangkat tersebut tidak efektif.
Berdasarkan uji coba itu, tim teknis menyarankan penggunaan perangkat dengan sistem operasi Windows. Namun, rekomendasi tersebut justru diubah oleh Kemendikbudristek dengan menyusun kajian baru yang mendorong penggunaan sistem operasi Chrome.
Terkait anggaran, Harli menyampaikan bahwa pengadaan perangkat tersebut menghabiskan anggaran sebesar Rp9,982 triliun.
Rincian dana tersebut berasal dari dua sumber, yakni Rp3,582 triliun dari dana satuan pendidikan (DSP) dan sekitar Rp6,399 triliun dari dana alokasi khusus (DAK). (*/ant)