FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Kuasa hukum Mira Hayati, terdakwa dalam kasus dugaan peredaran kosmetik mengandung merkuri, menyebut kliennya telah dikriminalisasi.
Dalam sidang pembacaan nota pembelaan atau pledoi, pengacara Ida Hamidah menilai dakwaan terhadap Mira tak berdasar pada fakta hukum.
“Pledoi kami tadi ada 49 halaman yang mana terdiri dari beberapa sub-sub mengenai dakwaan tuntutan fakta persidangan, ada keterangan saksi, analisa fakta, analisa hukum,” ujar Ida usai sidang di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Selasa (17/6/2025).
Ia menegaskan, fakta persidangan telah menunjukkan bahwa Mira memang menjabat sebagai direktur PT. Agus Mira Mandiri Utama, namun tidak ada bahan berbahaya yang ditemukan di lokasi produksi.
“Pada saat penggeledahan tidak ada ditemukan bahan bermerkuri di pabrik, nah, ini berdasarkan keterangan saksi dari polisi juga,” tegas Ida.
Ida juga mempertanyakan metode penyelidikan yang digunakan penyidik. Ia menyebut teknik undercover buy yang diterapkan dalam kasus ini tidak tepat karena biasanya hanya digunakan untuk kasus narkotika.
“Yang saya tadi paparkan sangat jelas bahwa metode under cover bay hanya untuk narkotika bukan untuk skincare. Skincare bukan barang terlarang,” jelasnya.
Tak hanya itu, tim kuasa hukum juga mempersoalkan status saksi dari pihak kepolisian. Ida menyebut bahwa saksi dari aparat cenderung punya kepentingan untuk membawa perkara ini ke persidangan.
“Jadi saksi dari pihak kepolisian tentunya dia kepentingan kasus ini bagaimana caranya ini agar maju ke persidangan,” Ida menuturkan.
Dalam pledoi, pihaknya juga meminta agar barang bukti berupa ponsel milik Mira dan saksi lainnya dikembalikan karena dinilai tidak relevan dengan perkara.
“Kami minta dibebaskan, kemudian terhadap barang bukti ponsel I-Phone juga kami minta kembalikan pada pemiliknya karena sesuai dengan peraturan dari kejaksaan agung yang sudah kami tadi bacakan dan KUHAP juga sangat jelas mengenai barang bukti yang tidak berkaitan dengan ini perkara tindak pidana. (Ponsel) milik ibu Mira dan saksi Endang,” sebutnya.
Ia menegaskan tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa ponsel tersebut menjadi alat atau sarana terjadinya tindak pidana.
“Tidak ada satupun bukti yang menyatakan bahwa gara-gara handphone ini kemudian terjadi tindak pidana. Makanya kami minta untuk dikembalikan kepada pemiliknya,” ucapnya lagi.
Terkait dugaan diskriminasi, Ida mengklaim bahwa dari keterangan saksi terungkap bahwa Mira sejak awal dijadikan target utama oleh penyidik.
“Jelas, kan terungkap di fakta persidangan target utama itu siapa, saya tanya waktu itu kan di keterangan saksi penyidik, beliau saksi penyidik bilang bahwa target utama adalah Hj Mira hayati,” tandasnya.
Ia juga mempertanyakan mengapa penggeledahan tidak langsung dilakukan ke lokasi pabrik bila memang kliennya ditarget sejak awal.
“Kalau terdakwa selaku target utama kenapa tidak langsung ke pabriknya, cari di pabriknya ada nggak sih bahan merkurinya, kan nggak ada,” lanjutnya.
Bahkan, menurutnya, dari hasil inspeksi acak yang dilakukan oleh BPOM, tidak ditemukan kandungan berbahaya pada produk.
“BPOM juga secara random melakukan sidak kan, tidak ada ditemukan gitu loh bahan berbahaya,” kuncinya.
(Muhsin/fajar)