"Fakta di lapangan menunjukkan bahwa justru atas nama pembangunan dan maslahat nasional, masyarakat kecil yang menggantungkan hidup pada sumber daya alam secara lestari dipaksa menyerah,” ujar Daniel dikutip pada Minggu (22/6/2025).
Daniel mengkritisi keras dampak eksploitasi sumber daya alam yang tak terkendali. Menurutnya, cara-cara semacam itu hanya akan memperparah kemiskinan dan memicu bencana ekologis.
“Mereka digusur, dikriminalisasi, dan hidup dalam kemiskinan struktural,” ucapnya.
Ia juga menyayangkan sikap sebagian pengurus PBNU yang tampak mendukung aktivitas pertambangan, tanpa mempertimbangkan dampaknya secara menyeluruh terhadap lingkungan.
“Realitanya kerusakan yang dihasilkan oleh tambang di Indonesia sudah terlalu besar, terlalu dalam, dan terlalu sering dimaklumi,” cetus Daniel.
Daniel menyinggung contoh konkret dari kerusakan lingkungan, seperti kasus pertambangan di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya. Padahal, kawasan tersebut dikenal sebagai salah satu kawasan konservasi laut terbaik di dunia.
Namun demikian, ia mengapresiasi keputusan Presiden terpilih Prabowo Subianto yang mencabut empat izin tambang di wilayah Raja Ampat, yang dianggap sebagai langkah positif dalam menjaga kawasan konservasi.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa kepentingan ekonomi jangka pendek tidak boleh mengorbankan keadilan ekologis dan masa depan masyarakat adat serta petani dan nelayan lokal.
"Jika tidak, ketahanan pangan dan ekosistem nasional tinggal menjadi angan-angan semata,” pungkasnya.