FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Politisi Senior PDIP Beathor Suryadi yang menuding ijazah Universitas Gadjah Mada (UGM) milik Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dibuat di Pasar Pramuka, Jakarta Pusat. Ijazah itu dicetak menjelang pencalonannya sebagai Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2012.
Tudingan anak buah Megawati Soekarnoputri itu kemudian menimbulkan tanda tanya besar. Mengingat selama mengikuti kontestasi politik mulai dari Pemilihan Wali Kota Solo, Pemilihan Gubernur DKI Jakarta, hingga Pemilihan Presiden, Jokowi selalu diusung PDI Perjuangan.
Pemerhati Sosial dan Ekonomi dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Nurmadi Harsa Sumarta, adalah salah satu yang mempertanyakan proses pendaftaran dan seleksi dokumen Jokowi dan Gibran Rakabuming Raka di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Lalu bagaimana dulu proses pendaftaran, seleksi dokumen di KPU dan proses demokrasi berjalan,” kata Nurmadi, dilansir pada Jumat (27/6/2025).
Nurmadi juga mempertanyakan ijazah S2 Gibran putra Jokowi. Seperti yang dikatakan Roy Suryo bahwa Gibran aslinya cuma menempuh program studi 6 bulan dan sebenarnya tidak lulus S2.
Dalam siniar di kanal YouTube milik Bambang Widjojanto, mantan menteri pemuda dan olahraga itu menyebut ada kejanggalan terkait pendidikan Gibran, terutama soal kerja sama antara University of Bradford yang berbasis di Inggris dan Management Development Institute of Singapore (MDIS), tempat Gibran pernah menempuh pendidikan.
Tak hanya itu, Roy Suryo juga mempertanyakan keabsahan pendidikan Gibran sejak masa SMA. Pria yang dikenal sebagai pakar telematika itu merinci bahwa Gibran sempat mengenyam pendidikan di SMA Santo Yosef hanya selama dua tahun, lalu pindah ke SMK Kristen di Solo, juga selama dua tahun.
"Bahkan kalau diteliti sekolahnya, sama dari awal. SMA-nya, itu pun bermasalah juga. Mulai dari SMA Santo Yosef yang hanya dua tahun, masuk ke SMK Kristen di Solo yang hanya dua tahun," kata Roy.
"Kemudian dia lari ke Singapura, kemudian dia masuk tiba-tiba ada ijazah University of Bradford tadi," lanjutnya.
Sebelumnya, Beathor Suryadi menuduh jazah Jokowi merupakan cetakan ulang yang diproduksi tahun 2012 ketika mendaftar sebagai calon Gubernur DKI Jakata.
“Andi belum sadar kalau yang ia lihat itu cetakan 2012. Itu digunakan untuk keperluan Pilgub DKI,” ujar Beathor.
Tak sampai disitu, Beathor juga menuduh proses pencetakan ijazah dilakukan secara diam-diam di kawasan Pasar Pramuka, Jakarta Pusat, oleh tim relawan Jokowi yang berasal dari Solo.
Sejumlah nama disebut yang membantu proses cetak ulangnya seperti David, Anggit, dan Widodo, serta kolaborator dari PDIP DKI, termasuk Dani Iskandar dan Indra.
“Dokumen itu disusun buru-buru di rumah Jalan Cikini No. 69, Menteng. Semua strategi disiapkan di sana,” ungkapnya.
Diketahui, sampai kasus ini ditangani penegak hukum, Jokowi sebagai pemilik ijazah tetap bersikukuh tidak mau menunjukkan ijazahnya. Bahkan pengacara menyatakan kalau ijazah Jokowi ditunjukkan bisa bikin cheos. (Pram/fajar)