BPKP Disebut Main Hitung Sembarangan, Anthony Budiawan: Audit Gula Rekayasa, Bukan Fakta

  • Bagikan
Anthony Budiawan

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies), Anthony Budiawan, merasa geram terhadap hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam kasus impor gula yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong.

Dikatakan Anthony, perhitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP tidak hanya keliru, tetapi juga mengandung rekayasa dan cacat hukum serius.

Bahkan, ia menyebut perbuatan tim audit BPKP bisa dikategorikan sebagai tindak pidana.

“Ini bukan sekadar kesalahan teknis. Ada indikasi manipulasi makna kerugian negara, yang sengaja direkayasa untuk menciptakan opini bahwa terjadi kerugian. Padahal semua komponen yang disebut bukanlah kerugian negara,” kata Anthony kepada fajar.co.id, Rabu (16/7/2025).

BPKP menyatakan PT PPI membeli gula dengan harga Rp9.000/kg (belum termasuk PPN), padahal HPP gula disebut hanya Rp8.900/kg (sudah termasuk PPN).

Dengan logika ini, BPKP menyimpulkan terjadi kerugian negara akibat kemahalan.

“Pendapat ini cacat hukum. Tidak ada aturan yang menyatakan HPP adalah harga maksimum. Faktanya, harga lelang gula pada 2015 dan 2016 justru jauh di atas HPP,” jelasnya.

BPKP bahkan menghitung ulang HPP tanpa PPN menjadi Rp8.090,91 perkilogram dan menganggap selisih dari harga beli itu sebagai kerugian negara.

“Itu ilusi. Petani menerima harga penuh, tanpa pemotongan PPN. Jadi harga Rp9.000/kg tidak kemahalan, dan tidak bisa disebut merugikan negara. Dasar BPKP ini menyesatkan,” tambahnya.

Menurut BPKP, kata Anthony, perusahaan gula seharusnya membayar bea masuk untuk gula kristal putih (GKP), bukan gula kristal mentah (GKM), meski faktanya yang diimpor adalah GKM.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan