FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Melihat belakangan ini tidak sedikit pejabat pemerintahan yang terjerumus dalam dugaan kasus korupsi, Ustaz Das'ad Latif memberikan pesan menohok.
Dikatakan Das'ad, jika setiap pejabat atau pemimpin tidak mampu menjaga diri dari perbuatan korupsi, ia akan menjadi hina.
"Sudah Kaya, cerdas, terhormat, Akhirnya semua jadi hina dan berujung korupsi karena rakus," kata Das'ad di Instagram pribadinya @dasadlatif1212 (16/7/2025).
"Padahal makan hanya sepiring dan minum segelas air," tambahnya.
Das'ad Latif bilang, sifat rakus harus disingkirkan sejauh mungkin ketika menjadi seorang pejabat. Fokus memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
"Jangan pelihara kerakusan sebab mematikan akal dan menghitamkan hati," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Pelaksana jabatan (PJ) Kepala Desa Pattallassang, Kecamatan Tompobulu, berinisial Andi Zaenal Sopyan (46) ditetapkan tersangka usai diduga terlibat dugaan tindak pidana korupsi dalam Penggunaan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD).
Berdasarkan informasi yang didapatkan fajar.co.id, Andi Zaenal diduga menyalahgunakan anggaran tahun 2025. Akibatnya, ia harus mendekam dibalik jeruji besi, Selasa (15/7/2025).
Untuk diketahui, Andi Zaenal merupakan ASN Kabupaten Bantaeng menjabat sebagai Camat Tompobulu. Ia juga diberi amanah sebagai Pj Kepala Desa Pattallassang periode 8 Mei 2025 sampai dengan 2 Juli 2025.
Kajari Bantaeng, Satria Abdi, mengatakan bahwa Ando Zaenal Ditetapkan tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Nomor: PRINT-746/P.4.17/Fd.2/07/2025 tanggal 01 Juli 2025 Jo. Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-4/P.4.17/Fd.2/07/2025 tanggal 15 Juli 2025.
"Untuk mempercepat proses Penyidikan, tersangka dilakukan penahanan di Rutan Kelas II B Bantaeng selama 20 hari terhitung sejak tanggal 15 Juli," ujar Satria kepada awak media, Kamis petang.
Dikatakan Satria, penahanan dilakukan agar tersangka tidak melarikan diri atau menghilangkan alat bukti yang memperkuat perkara tersebut.
"Dikhawatirkan tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana, sekaligus mempercepat proses penyidikan," ucapnya.
Terpisah, Kasi Pidsus Kejari Bantaeng Andri Zulfikar, menyebut bahwa pihaknya telah mengumpulkan beberapa barang bukti yang membuat terang dugaan korupsi tersebut.
"Tim penyidik telah mengumpulkan keterangan saksi, surat, dan petunjuk," kata Andri.
Diceritakan Andri, berdasarkan APBDes Tahun Anggaran 2025, Desa Pattallassang menerima DD sebesar Rp1.175.174.000.
"Alokasi Dana Desa (ADD) sebesar Rp1.275.360.000," jelasnya.
Lanjut Andri, pada 8 Mei 2025, tersangka memerintahkan Kaur Keuangan untuk mencairkan Dana Desa sebesar Rp705.104.400, kemudian ditarik pada 26 Mei 2025.
"Diserahkan kepada tersangka dengan cara, Rp205 juta diserahkan secara tunai dan Rp500 juta ditransfer ke rekening pribadi tersangka," terangnya.
Tidak berhenti di situ, Andri membeberkan bahwa pada Juni 2025, dilakukan kembali pencairan ADD sebesar Rp510.144.000 atas perintah AZ.
"Kaur Keuangan mencairkan ADD sebesar Rp 200 juta pada 5 Juni 2025 dan sebesar Rp300 juta pada tanggal 11 Juni 2025, langsung diberikan secara tunai kepada tersangka," Andri menuturkan.
Kata Andri, total DD dan ADD yang dikuasai secara pribadi oleh tersangka sebesar Rp1.205.000.000.
"Padahal pada Pasal 30 ayat (1) Peraturan Bupati Nomor 6 Tahun 2019 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa menyatakan, pelaksanaan pengelolaan keuangan Desa merupakan penerimaan dan pengeluaran Desa yang dilakukan melalui rekening kas Desa pada bank Sulselbar cabang Bantaeng," tegas Andri.
Andri menuturkan bahwa perbuatan tersangka melanggar Primair Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Bukan hanya itu, Pasal yang menjerat tersangka juga dilapisi dengan Pasal 3 jo. Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undangundang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999.
"Ancaman hukum pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana dengan paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar," kuncinya.
(Muhsin/fajar)