FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Kagama Cirebon Raya, Heru Subagia, melontarkan kritik tajam terhadap Presiden Prabowo Subianto yang sebelumnya menyebut bahwa Indonesia saat ini berada di arah yang benar.
Heru menilai pernyataan Prabowo tersebut tidak mencerminkan kondisi riil di masyarakat, bahkan disebut sebagai paradoks yang sesat dan penuh propaganda.
“Ini adalah paradoks yang sesat menurut saya propaganda,” kata Heru kepada fajar.co.id, Kamis (7/8/2025).
Dikatakan Heru, klaim tersebut sangat bertolak belakang dengan kenyataan di lapangan. Ia menyebut bahwa kerja-kerja pemerintahan Prabowo-Gibran selama 10 bulan belum dirasakan rakyat kecil secara nyata.
“Ini berbeda dengan kenyataan, kerja-kerja yang sebenarnya dirasakan wong cilik, rakyat kecil, melihat situasi saat ini 10 bulan Prabowo-Gibran memimpin ternyata tidak maksimal,” sebutnya.
Ia juga mempertanyakan apresiasi yang disampaikan Prabowo kepada jajaran kabinet dalam rapat paripurna baru-baru ini.
Menurutnya, hal itu justru memunculkan pertanyaan besar mengenai siapa sebenarnya yang sedang saling memuji.
“Ucapan yang disampaikan Prabowo di hadapan menterinya yang memberikan apresiasi menimbulkan pertanyaan besar,” cetusnya.
Heru menyebut bahwa saat ini kekuasaan berada di tangan kekuatan yang sangat lengkap.
Ia menilai rezim yang sedang berjalan merupakan gabungan dari Presiden, partai-partai besar, hingga kelompok relawan yang saling menopang dan menciptakan supremasi kolektif di dalam pemerintahan.
“Sesungguhnya Prabowo dan rezim saat ini sedang menjalankan produk pemerintahan tidak lebih sebagai kekuatan yang sangat lengkap," ucapnya.
"Di mana Prabowo sebagai Presiden dan di dalamnya berkumpul banyak kekuatan partai dan juga relawan, mereka adalah penopang saat ini,” ungkap Heru.
Hanya saja, pernyataan Prabowo tentang keberhasilan pemerintah terkesan ditujukan kepada elit, bahkan tak menutup kemungkinan menyasar kelompok tertentu yang punya kepentingan politik maupun ekonomi.
“Apresiasi Menteri dan Wamen dan semua, hanya ditujukan ke kaum elit, mungkin juga di dalamnya ada konsorsium yang terafiliasi,” tuding Heru.
Heru pun menilai bahwa Presiden lupa dengan kondisi riil masyarakat. Ia menyebut, di saat pemerintah menyatakan ekonomi tumbuh, rakyat justru mengalami kehilangan pekerjaan dan daya beli yang melemah.
“Prabowo lupa sebenarnya dalam kondisi pemerintahan 10 bulan, telah menimbulkan banyak hal yang krusial. Hari ini masyarakat menjerit, kehilangan pekerjaan, itu dalam skala ekonomi,” tegasnya.
Menanggapi pernyataan Prabowo yang optimis bahwa pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 8 persen pada 2025, Heru menilainya sebagai sesuatu yang diragukan dan tidak realistis.
“Namun ternyata meragukan, di bawah standar, ini fakta dan kenyataan antara Prabowo dan pemerintahannya hanya sedang bersandiwara. Mereka sedang melakukan kongkalikong, saling memberikan pujian,” sindirnya.
Bahkan ia curiga dengan klaim pertumbuhan ekonomi kuartal II yang disebut Menko Perekonomian Airlangga Hartarto berada di angka 5 persen lebih.
Ia mengatakan angka itu bertolak belakang dengan barometer ekonomi riil yang dirasakan masyarakat.
“Persoalan pertumbuhan ekonomi yang saat ini dilaunching Menko Airlangga, menyatakan di kuartal dua, mencapai lima sekian persen, menurut saya itu patut dicurigai, kontradiktif dengan barometer ekonomi real,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa rakyat dan sektor swasta justru menjadi penopang utama ekonomi nasional yang semestinya mendapatkan apresiasi langsung dari pemerintah, bukan sebaliknya.
“Prabowo lupa, harusnya berterimakasih kepada rakyat yang selama ini membiayai pemerintah. Menyumbangkan kekuatan di sektor pajak, jadi bukan dari sektor insentif dan deviden bank-bank BUMN,” tandasnya.
Heru juga bilang bahwa perusahaan swasta yang bekerja tanpa monopoli juga patut dihargai.
“Salah satu penyumbang kontribusi terbesar misalnya dari pabrik rokok, tekstil, dan sebagainya,” kuncinya. (Muhsin/Fajar)