Fajar.co.id, Jakarta -- Beberapa waktu belakangan royalti memutar lagu di restoran atau kafe jadi perdebatan publik. Bahkan, musisi pun berbeda pandangan.
Penulis kondang Indonesia, Tere Liye, turut menyorot hal tersebut ada. Dia menilai hal tersebut sangat baik bagi publik.
"Ini bagus sekali. Biar semua orang terbuka matanya. Paham," tulis Tere Liye mengawali pembahasannya.
Menurutnya, pekerja seni itu berhak dibayar. "Pencipta lagu misalnya, masa' giliran kalian kerja kalian minta dibayar, giliran pekerja seni kerja, cuma terima kasih," ujarnya.
Itu tuh bukan soal ikhlas nggak ikhlas, itu tentang ada orang yang kerja, dia berhak dapat nafkah dari sana.
"Nah, sebelum kita komen ke mana-mana, pahami yang diributkan itu hanya pemutaran di tempat komersil," urainya.
Misal, lanjut penulis novel-novel best seller ini ada restoran, punya 100 cabang, setiap cabang bisa 100 juta per bulan pendapatannya. "Duuuh, disuruh bayar royalti musik cuma 60 ribu/kursi/tahun, kamu tidak terima? Otakmu ditaruh dimana?" sindir Tere Liye.
Dan pahami baik-baik, itu tuh tidak dipaksa. "Kamu tidak mau bayar, simpel, TIDAK usah diputar lagu-lagunya. Enak toh? Restoran tetap bisa rame tanpa lagu. Tenang saja," sambungnya.
"Jangan dipelintir-pelintir, jangan dibelok-belokkan isu ini. Tidak ada yg sedang ingin mematikan UMKM, restoran, kafe. Lebih-lebih jika ada yang mau jadi pahlawan kesiangan. Duh, norak deh. Oh, lagu sy boleh diputar, bla bla. Mau 99% pencipta lagu di dunia sepakat menggratiskan, hukum dasarnya tetap: siapapun yg puter lagu di tempat komersil, bayar royalti," jelas alumni Fakultas Ekonomi UI ini.