Ketika Pegawai BI Pantau Pengguna QRIS Beli Gorengan, Payment ID Dinilai Bisa Langgar Hak Warga Negara

  • Bagikan
Kritikan terhadap penerapan Payment ID oleh Bank Indonesia yang mendapat kritikan publik (Tangkapan layar akun Instagram @liputan6.sctv)

FAJAR.CO.ID -- Keresahan publik soal pemblokiran rekening oleh PPATK belum reda, kini dibuat gelisah lagi dengan rencana penerapan Payment ID. Wajar masyarakat resah. Penerapan Payment ID membuat Bank Indonesia (BI) dapat memantau seluruh lalu lintas pembayaran masyarakat.

Kritikan berupa meme terhadap rencana penerapan Payment ID pun berseliweran di sejumlah platform media sosial. Gambar dengan nada sarkas pun membuat publik tergelitik sekaligus resah.

Salah satunya meme yang diunggah akun media sosial @liputan6.sctv di Instagram. Unggahan berupa gambar gambar hasil generate AI itu memperlihatkan percakapan soal transaksi perbankan masyarakat dengan sudut pandang pegawai Bank Indonesia (BI).

Beberapa contoh percakapan dengan POV pegawai Bank Indonesia yang diunggah antara lain:

"Ya Ampun, beli kol goreng 5 ribu aja pake QRIS."

Slide kedua juga menampilkan gambar editan yang memperlihatkan seolah-olah tiga pegawai Bank Indonesia sedang memperhatikan dan mengomentari transaksi perbankan masyarakat.

"Beli kopi terus! Tadi pagi juga kepantau beli kopi, sekarang ngopi lagi….."

Kemudian slide berikutnya dengan narasi pada unggahan "Bayar utang seribu perak aja transfer. Mentang-mentang nggak kena admin,"

"Hedon banget! Baru aja transaksi beli Iphone terbaru, sekarang lanjut beli tiket konser."

"Anak baik, abis transfer 1 juta buat mamanya."

"Beli sepatu baru langsung lima pasang? Buat apa sih."

Berbagai kritikan publik yang disampaikan di media sosial maupun perbincangan di dunia nyata soal penerapan Payment ID ini menunjukkan keresahan masyarakat. Begitu kuat keinginan pemerintah untuk memantau semua aktivitas publik, termasuk dalam transaksi keuangannya sekalipun.

"Pemerintah tidak mencarikan kita pekerjaan. Pas dapat pekerjaan, langsung dipotong pajak. Kita belanja pakai uang hasil keringat sendiri, masih juga dipantau Bank Indonesia dengan Payment ID. Mau pemerintah apa sih." tulis pemilik akun @ar*ta di Instagram.

Penerapan Payment ID untuk memantau segala transaksi keuangan perbankan masyarakat mendapat kritikan dari Pegiat Perlindungan Konsumen, Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI), Tulus Abadi.

Dia menilai rencana Bank Indonesia (BI) yang akan menerapkan instrumen Payment ID membuat publik resah.

Payment ID yang akan menghubungkan seluruh transaksi perbankan, dompet digital, hingga e-commerce dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) setiap individu. Dengan begitu, BI dapat memantau seluruh lalu lintas pembayaran masyarakat.

"Belum reda kegelisahan publik terkait pemblokiran rekening dormant, kini publik kembali dibuat resah dan gelisah," kata dia dalam keterangan tertulis dilansir dari IDN Times, Sabtu (9/8/2025).

Penerapan Payment berpotensi melanggar hak warga negara. Potensi pelanggaran itu mencakup rahasia perbankan, kenyamanan dan keamanan konsumen, hingga perlindungan data pribadi.

"Dalam hal ini Bank Indonesia terlalu dalam memasuki ranah privat warga negara, dan oleh karena itu berpotensi melanggar hak asasi warga negara," ujarnya.

Kebijakan Payment ID ini pun patut diduga memiliki motif ekonomi di baliknya. Tulus menduga kebijakan Payment ID digunakan untuk menggenjot pendapatan pajak dengan mengorbankan hak asasi warga negara. Payment ID belum menjadi kebijakan umum secara internasional.

Tulus menyebut baru ada lima negara saja yang telah menerapkan Payment ID, seperti Singapura, Swedia, India, Brasil, dan China.

Penerapan kebijakan Payment ID, kata Tulus, tidak boleh gegabah. Jika ingin mengoptimalkan pendapatan pajak, pemerintah seharusnya memprioritaskan pembayar pajak besar, baik korporasi maupun individu berpenghasilan tinggi.

"Sasar pembayar pajak kelas kakap, baik untuk level korporasi, maupun kalangan kelas kakap individua, seperti kalangan crazy rich dan lain-lain," imbaunya.

Penerapan Payment ID berisiko menggerus kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan dan transaksi digital. Jika kepercayaan turun, Tulus menilai keberlanjutan ekonomi digital bisa terancam.

"Keberlanjutan ekonomi digital pun terancam, dan klimaksnya masyarakat dan bahkan negara justru dirugikan," ujarnya.

Bank Indonesia sebagai bank sentral akan memulai uji coba Payment ID pada 17 Agustus 2025 sebagai langkah memperkuat akurasi dan keamanan penyaluran bantuan sosial nontunai dalam Program Perlindungan Sosial (Perlinsos).

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso menjelaskan, uji coba terbatas itu fokus pada satu use case, yakni memastikan penyaluran bantuan sosial lebih tepat sasaran. (*)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan