Hanya 7 Km dari Balikpapan, 23 Tahun Kampung Ini Tanpa Aspal dan Listrik

“Kalau kami yang kerja mungkin bisa menunda tunggu hujan reda dan lainnya. Tapi, kalau anak sekolah harus berangkat dari pukul 06.00 pagi. Sedangkan kondisinya kalau habis hujan, jalanan berlumpur, kasihan sekali perjuangan mereka. Kadang baju sudah basah kehujanan dan kotor lumpur. Kebanyakan sekolah di SD 014 Balikpapan Timur, SMA 7, SMP 19, dan sekitarnya,” jelasnya.
Contohnya untuk menuju SD 014 Balikpapan Timur harus melewati jalan sekitar 4 kilometer. Satu-satunya akses yang dimiliki warga hanya jalan rusak tersebut. Kebanyakan mereka memilih masuk pondok pesantren daripada harus sekolah negeri. Tidak hanya itu, warga kesulitan menjangkau musala, satu-satunya tempat ibadah yang mereka gunakan untuk salat Id dan salat Jumat.
Dia menambahkan, selain warga setempat, jalan tersebut menjadi akses utama bagi mereka yang memiliki mata pencarian di sekitar itu.
Di kawasan ini memang terdapat kebun karet dan empang ikan bandeng yang menjadi sumber penghasilan warga. Tidak hanya warga sekitar, namun mereka yang tinggal di wilayah Manggar dan Lamaru. Masyarakat hidup mandiri dengan berprofesi sebagai pengusaha dari bidang perkebunan dan perikanan.
“Ketika hujan turun, sulit menjangkau akses kebun itu. Sehingga menjual karet pun sulit. Sementara harga karet terus menurun. Ya memang kalau jalan ke kebun kan tanggung jawab masing-masing. Namun, setidaknya perhatikan akses jalan utama dulu,” jelasnya.
Selama ini, mereka hanya bergantung pada peran aktif swadaya masyarakat sendiri. Dengan dana seadanya, mereka gotong royong membersihkan parit hingga menyemen sendiri jalan tersebut. Biasanya kegiatan gotong royong dilakukan selama dua minggu sekali. Lalu, sumbangan dana Rp 10 ribu setiap bulan membeli obat rumput untuk merawat jalan agregat yang sudah tersedia.