Kisah Rini Mengandung di Dalam Penjara

  • Bagikan
Perempuan mana yang tega melihat perempuan lain menderita ketika sedang berbadan dua. Rekan-rekan sebilik sebisa mungkin memberikan keleluasaan buat Nana. Mereka berusaha menyisakan tempat yang cukup luas agar Nana, bersama enam tahanan yang juga hamil, bisa beristirahat dengan baik. Namun, itu saja tak cukup mengurangi penderitaan Nana yang mengandung ketika raganya terkurung. Jangankan mengidam, perempuan berkulit putih itu kesulitan memenuhi asupan gizi untuk janin di perutnya. Sebagaimana warga binaan yang lain, Nana makan mengikuti jadwal. Sehari tiga kali makan setiap pukul 07.00, 11.00, dan 17.00 Wita. Menu sehari-hari adalah nasi, sayur, dan lauk yang berganti seperti ikan bandeng, ikan asin, atau telur. Porsinya untuk orang normal, bukan perempuan berbadan dua. Hidup di bui memang menyiksa diri, juga kantong pribadi. Nana akhirnya mengeluarkan uang untuk menambah makanan. Dia membayar Rp 25 ribu kepada koki atau memesan dari kantin rutan. Keluarga yang membawa makanan sedikit meringankan. Nana baru mendapat kelonggaran menjelang hari persalinan. Dia ditempatkan di klinik rutan berkapasitas enam orang. Seorang dokter dan empat perawat bertugas memantau kesehatan mereka. “Hamil di dalam penjara itu susah,” ucap Nana setelah melahirkan. Dia mengaku, tak ingin mengingat masa sulit itu lagi. Dua hari setelah persalinan, Nana kembali ke rutan. Namun, Nana lebih beruntung dibanding Rini, karena memiliki keluarga di Samarinda. Bayi perempuannya yang masih berkulit merah akan dititipkan di rumah kerabat. Lagi pula, sisa hukuman Nana tinggal beberapa bulan. "Begitu keluar, saya akan memberikan kasih sayang kepadanya," janji sang ibu. Segala kesukaran mulai mengandung hingga melahirkan membuat Nana berkata demikian.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan