Universitas Hasanuddin: World Class University?

Kuriositas
Soal riset. Unsur terpenting adalah estetika. Fakta ini jarang menjadi inti pedagogis. Padahal, manusia secara alami tertarik pada keindahan. Hampir semua orang menghargai karya ilmiah yang disajikan sebagai seni dan sebagai perpanjangan rasa ingin tahu (kuriositas). Bukan yang lain. Jangan memburu publikasi hanya untuk kegunaan dan peringkat. Untuk jabatan, komersilisasi, pangkat akademis. Tidak salah memang. Tapi perlu diingat, kampus harus mematri dua kualitas tambahan yaitu rasa ingin tahu dan kemauan untuk terus belajar. Apalagi yang memberi peringkat, kita-kita juga. Lakukan saja yang terbaik untuk Ilmu Pengetahuan. Hasilnya pasti kelihatan. Kegunaan hanya efek samping.
Perjalanan membuktikan Fermat Last Theorem makan waktu 358 tahun. Pada dirinya sendiri teorema itu tidak berguna. Proses mencari solusi melahirkan teknik temuan Ernst Kummer sekitar tahun 1847 yang terpakai dalam komunikasi nirkabel dan radar. Hasil studi kurva eliptik berefek samping sistem keamanan perbankan dan internet. Lampu led yang kita pakai sekarang adalah riset tentang pita lebar di jurusan fisika.
Sejak revolusi industri 4.0 tiba, pekerjaan jadi mudah. Efisien. Kalau mau world class, tiru rektor dengan tradisi akademik terbaik di dunia. Mudahkan mahasiswa dari sisi administrasi. Kampus itu, episentrumnya, kawah candra dimuka. Keunggulan kompetitif suatu bangsa hanya bisa ditingkatkan melalui akumulasi keahlian dan pengetahuan ilmu-ilmu dasar. Banyak Profesor dan orang hebat di Unhas. Jangan setengah-setengah. Rektor harus turun langsung. Hindari seremoni berlebihan.