Rachman Sabur merupakan sutradara teater terkemuka di Indonesia yang dengan Teater Payung Hitam, dikenal sangat militan. Kepekaan, tenaga, emosi, disiplin, kerja keras dan perfeksionisme perwujudan pentas, kegigihan dan militansinya ia bangun bersama kelompok Teater Payung Hitam. Beberapa kali juga diundang untuk jadi penguji pada Ujian Akhir di Akademik Teater Aswara, Malaysia. Terakhir mendapat Anugrah Budaya tahun 2013 dari Walikota Bandung.
Rachman Sabur mulai mendekonstruksi teks bahkan sampai pada tingkat yang sangat “dektrukif”. Mengganti verbalitas teks dengan medium tubuh. Tubuh dijadikan medium utama untuk dieksplorasi dan olah dalam setiap pertunjukannya. Tubuh juga dijadikan sebagai medium ungkap yang kemudian dikolaborasi dengan berbagai material.
Dalam setiap pertunjukannya, tubuh menjadi media komunikasi ekspresif yang dimaksudkan untuk menyampaikan gagasan kreatif serta untuk mengkomunikasikan pesan-pesan dalam setiap pertunjukan Teater Payung Hitam. Kekerasan, kesakitan dan perjuangan yang menentang budaya, menyakiti diri secara garang dan riuh seperti dalam pertunjukan Kaspar (1994) dan Merah Bolong Putih Doblong (1997).
Pada tahun 2015, ia berkolaborasi dengan seniman musik etnic Taiwan di Cloud Gate Taipe. Pada tahun 2016, ia memberi workshop dan pertunjukan Red Emptines dan Tubuh Bunyi Kesakitan di University of Washington Seattle. Pada tahun yang sama, ia kembali pentas di Tainan (Taiwan) dengan pertunjukan Cak dan Pohaci.
Pada tahun 1982, Rachman Sabur mendirikan Teater Payung Hitam yang sebagian besar anggotanya adalah mahasiswa dan alumni STSI Bandung. Dan sampai sekarang masih aktif memproduksi pertunjukan teater sebagai sutradara. Selain aktif dalam bidang penyutradaraan, ia juga masih menekuni dunia penulisan seperti menulis essei tentang kebudayaan, naskah teater dan puisi. Khusus dalam bidang Penyutradaraan Teater, ada beberapa catatan penting yang menjadi prestasi tersendiri.