Motode ini, kata alumni Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM) ini, santri dibentuk berkelompok khusus yang ingin belajar tentang kitab kuning dan akan didampingi oleh seorang kiai.
"Santri yang ikut dalam kelompok ini bisa bertanya kapan dan di mana pun kepada sang kiai, jika ada yang dia tak mengerti," tambahnya.
Sistem pendidikan yang juga terus dipertahankan di pesantren ini, salah satunya adalah hafal Al-Qur'an. Ini serentak dilakukan setelah salat Isya dan Subuh. Adapun pelatihan dai dilakukan setelah salat Isya pada malam Jumat di Masjid Al-Wasilah yang letaknya di tengah-tengah pondok pesantren.
"Tetapi karena saat ini anak-anak pada di rumah, jadinya belajarnya via online saja. Kecuali yang sepuluh santri tadi," bebernya lagi.
Sejauh ini, pesantren yang mengintegrasikan 2 kurikulum, yaitu kurikulum berbasis pesantren dan kurikulum berbasis sekolah atau madrasah ini sudah memiliki alumni sekitar 12 ribu orang. Tak sedikit di antaranya sudah menjadi akademisi, politikus, dan pengusaha.
"Kalau saat ini santri yang kita bina berjumlah 425 orang. Mereka dari tiga jenjang pendidikan MTs, MA, dan SMK. Tentunya kita bersyukur pesantren ini terus berkembang seiring perkembangan zaman," tutupnya. (*/abg-zuk)