Lusiana mengaku sempat depresi saat dinyatakan terpapar virus korona. Sebab, dia merasa tidak pernah kontak langsung dengan pasien Covid-19. ”Rutinitas saya masuk kerja, terus ikut sidang. Itu-itu saja,” urainya.
Selama 20 hari menjalani perawatan di RSUD Syamrabu, dia tidak pernah mengalami gejala Covid-19. ”Saya nggak batuk, nggak flu, nggak panas. Biasa, nggak kenapa-kenapa,” terangnya.
Tetapi karena sebagai pasien Covid-19, dia tetap mengikuti anjuran dari tenaga medis. Termasuk, rutin beribadah. Yang semula jarang mengaji, pasca dinyatakan positif, tambah rajin dan itu hikmahnya.
”Tambah dekat dengan Allah. Itu hikmah yang saya ambil. Karena bisa rajin salat. Pokoknya apa-apa selalu beroda yang terbaik kepada Allah,” tuturnya.
Pengalaman semacam itu juga dirasakan pasien yang lain. Hampir tiap kali selesai salat, pasien Covid-19 menangis. ”Kalau saya, yang bikin sedih dan menangis, selain jauh dari keluarga, juga pengucilan terhadap pasien covid,” paparnya.
Karena itu, dia benar-benar memohon, siapa pun agar tidak mengucilkan pasien positif Covid-19. Sebab, pada dasarnya mereka juga tidak ingin terpapar virus korona. ”Lebih baik doakan. Itu yang dibutuhkan. Bukan dihindari dan dikucilkan,” pungkasnya.
(mr/onk/bas/JPR)