“Apakah memberikan rakyat harapan baru bahwa Indonesia akan keluar dari krisis dan sekaligus mengubahnya menjadi peluang melakukan lompatan besar?” tanyanya.
“Saya kira tidak. Jika memilih diksinya saja sudah ngawur bagaimana dengan isinya? Hancurnya pidato presiden ini sebagai tanda, bahwa ada pemerintah dan rakyat dalam membaca krisis dan harapan,” ujar Gde Siriana menutup. (sta/rmol/pojoksatu)