“Komitmen menyelesaikan pekerjaan harus menjadi kunci utama semua pihak sesuai dengan tupoksi masing-masing. Dengan demikian investasi yang masuk tidak hanya asal masuk dan dalam jangka panjang justru merugikan Indonesia,” kata Rachmat.
Dalam dialog tersebut juga terungkap, asosiasi mebel dan kerajinan berharap adanya kebijakan pemerintah yang mampu mendorong tranformasi proses produki industri yang saat ini hampir sepenuhnya dikerjakan secara manual menuju penggunaan teknologi yang jauh lebih efisien seperti Computer Numerical Control (CNC) Carving Machine. Teknologi ini merupakan sistem otomasi mesin perkakas yang dioperasikan oleh perintah yang diprogram secara digital.
Di dunia otomotif teknologi ini sudah dikenal sejak 1940, dan sekarang dikembangkan pada industri mebel oleh China dan sejumlah negara lain. Dengan menggunakan teknologi CNC, China mampu melakukan lompatan besar karena produktivitas naiknya naik tajam dan kini menguasai sekitar 39% nilai pasar global mebel yang kini sekitar US$ 450 miliar per tahun.
Sebagai gambaran, dengan menggunakan teknologi CNC, perusahaan industri mebel China mampu menyelesaikan pengerjaan satu pintu hanya dalam 4 jam-5 jam, sementara di Indonesia yang mengandalkan teknologi manual membutuhkan waktu 3-4 hari.
Miskin penggunaan teknologi selama ini telah menjadi salah satu penyebab utama rendahnya daya saing industri mebel nasional. Akibatnya, sumber daya alam yang melimpah seperti kayu dan rotan sebagai bahan baku utama industri mebel tidak bisa menjadi andalan keunggulan industri ini di pentas global. Padahal, dari sisi bahan baku Indonesia jauh lebih unggul dibandingkan kedua negara ini.