FAJAR.CO.ID, MAKASSAR - Andri Mamonto belum bisa duduk santai. Dugaan salah tangkap terhadap dirinya membuat dosen muda ini menempuh jalur hukum.
Tenaga pengajar dari salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Makassar ini, datang ke Polda Sulsel melapor dugaan itu yang membuat dirinya babak belur di wajah.
Andri datang bersama PBHI Sulsel melaporkan belasan aparat yang dia sebut sebagai oknum polisi, yang menyiksa dirinya yang dikira dia ikut berunjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja hingga berujung bentrok.
"Sementara kami Tim Pendamping dari PBHI Sulsel dampingi korban, melaporkan tindak pidana yang dialami korban dan melaporkan ke Propam Polda Sulsel," kata Kadiv Advokasi dan Bantuan Hukum PBHI Sulsel, Syamsumarlin, Senin (12/10/2020).
Pihaknya datang ke SPKT Polda Sulsel, Jalan Perintis Kemerdekaan, sejak sekitar pukul 11.40 Wita, Senin (12/10/2020).
"Sekarang kami masih berada di Bidang Propam Polda," pungkasnya.
Tidak hanya membawa diri saja. Mereka melampirkan beberapa bukti luka yang dialami korban, usai mendapat kekerasan fisik dari aparat di Polrestabes Makassar.
Sayangnya, Syamsumarlin belum bisa menjelaskan lebih jelas soal pelaporannya itu. Dia dan korban masih menjalani pemeriksaan oleh penyidik di sana.
Namun korban Andri sendiri sudah menjelaskan, dosen muda berusia 27 tahun ini tidak terlibat bentrok. Saat itu dia hanya ingin membeli makanan di depan kampus Unibos, Kota Makassar.
Berselang beberapa menit, tembakan gas air mata meletus di sekitar tempat Andri berdiam diri. Polisi pun datang dan menangkap siapa saja yang ada di sekitar lokasi itu. Termasuk Andri sendiri.
"Saya sampaikan, saya keluarkan KTP dan saya bukan dari bagian massa aksi tapi tidak dihiraukan. Saya langsung dipukul di kepala secara berulang kali. Itu dilakukan kurang lebih 15 orang (oknum polisi)," jelasnya dengan raut wajah yang mulai kesal.
Andri berupaya untuk meyakinkan polisi bahwa dia adalah dosen dan bukan dari bagian massa aksi yang anarkis, ternyata gagal hingga oknum itu terus menyiksa Andri secara membabi buta.
Andri pun mulai kehabisan tenaga dan tak mampu lagi menjelaskan, jika dia adalah seorang dosen kepada polisi. Bahkan dia sempat mengira bahwa saat itu adalah detik-detik sebelum dia tewas dihajar para oknum polisi.
"Tiga kali saya berdiri, saya dihantam pakai tameng di paha hingga lebam. Luka ini (di tangan) saya sudah tak sadar. Sempat saya kira di situ adalah ajal saya," jelas dia. (Ishak/fajar)