FAJAR.CO.ID, MAKASSAR - Keberadaaan Pak Ogah di setiap pembukaan jalan besar seakan tidak ada habisnya. Bahkan telah berbaur dengan pengunjuk rasa yang menolak UU Cipta Kerja yang sedang memblokir jalan.
Seperti di Jalan Sultan Alauddin, Kota Makassar. Sisi lain dari aksi unjuk rasa, mereka memanfaatkan kendaraan yang hendak putar arah, untuk meraup untung dari setiap kepingan rupiah dari pengendara.
Pengendara mobil dan motor yang tidak tahan dengan kemacetan akibat aksi unjuk rasa itu, memilih untuk putar arah untuk mencari jalan alternatif.
Pak Ogah pun datang memberikan bantuan, terutama bagi pengendara mobil yang kerap kesulitan saat hendak putar arah. Apalagi jika sudah terjebak dalam kemacetan.
Di jalan itu juga, Pak Ogah juga menghitung setiap rupiah yang dia dapat dari hasil jerih payahnya membantu pengendara mobil, yang ingin bebas dari tumpukan kendaraan akibat aksi demonstrasi.
Tak ada jalan lain selain itu, yang dia anggap lebih baik daripada melakukan aksi kriminal hingga membuat mereka dijebloskan ke penjara.
“Dalam sehari kadang dapat Rp300 ribu. Jumlah itu tentu akan jauh berkurang kalau saya dan teman sama-sama ikut mengatur kendaraan yang mau putar,” kata salah satu Pak Ogah, MM, Selasa (20/10/2020).
“Jumlah memang begitu kalau saya sendiri. Hasilnya tentu akan dipakai beli makanan, dan untuk anak-anak saya juga,” sambung MM, saat ditemui media.
Hingga pada sore ini sekitar pukul 17.00 Wita, puluhan massa aksi dari mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, kembali turun ke Jalan Sultan Alauddin.
Mereka lagi-lagi menyuarakan seluruh tuntutannya soal penolakan UU yang dianggap kontroversi. Bahkan, para mahasiswa membakar ban bekas dan menahan sebuah truk rembang, untuk dijadikan panggung orasi.
Akibatnya, dua arus lalu lintas di jalan lintas yang mengarah dari arah Kabupaten Gowa dan dari arah Jalan A.P Pettarani macet total.
Bahkan mereka juga menyinggung soal pencapaian satu tahun pertama Jokowi - Ma'fuf menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Para mahasiswa menyebut rezim kali ini adalah kapitalis.
"Mendorong perlawanan seluruh elemen rakyat tolak Omnibus Law, sampai batal," kata Presiden Mahasiswa (Presma) UIN Alauddin, Ahmad Aidil Fahri di lokasi aksi.
Mereka juga kembali menyinggung soal tindakan yang dianggap represif aparat kepolisian, yang terjadi pada aksi yang terjadi pada Kamis, (8/10/2020) lalu.
Apalagi hingga membuat seorang dosen dari Universitas Muslim Makassar (UMI), Andri Mamonto menjadi korban salah tangkap oleh polisi, hingga babak belur pada bagian wajah, badan, dan tangan.
"Perlawanan atas tindakan kekerasan, intimidasi, kriminalisasi, teror dan pembungkaman kebebasan berbicara dan berserikat. Serta pengerahan kekuatan yang berlebih di jalan, kawasan industri terhadap sipil," tegasnya dalam keterangan tertulis yang ia buat. (Ishak/fajar)