"Saya sendiri belum tahu bagaimana deskripsi situasi di TKP, kondisi pelaku, dan interaksinya dengan para korban. Kalau pelaku mabuk, bagaimana niatan untuk membunuh korban bisa dijelaskan," jelas pakar asal Rengat, Indragiri Hulu, Riau ini.
Reza juga mencoba menganalisis penjelasan polisi bahwa kejadian penembakan oleh Bripka CS diwarnai dengan cekcok mulut.
"Kalau benar ada cekcok mulut, cekcoknya seperti apa. Cekcok yang memantik heat of passion, lalu terjadi penembakan, belum tentu bisa disebut sebagai pembunuhan (murder). Bahkan betapa pun korban tewas," tutur Bang Reza.
Karena itu, kata dia, menjadi penting untuk mengetahui gambaran situasinya ketika penembakan itu terjadi. Terutama soal interaksi korban dengan pelaku oknum polisi mabuk tersebut.
"Itu sebabnya interaksi antara korban dan pelaku perlu dideskripsikan, bukan hanya disimpulkan 'terjadi cekcok'. Dengan demikian, bagaimana tindak-tanduk para korban juga bisa dinilai seberapa jauh 'kontribusi' mereka bagi terjadinya peristiwa tersebut," jelas Reza.
Terakhir, dia berharap penyidik kepolisian bisa mengungkap kasus ini secara mendalam, dan menjerat pelakunya dengan hukuman maksimal.
"Terlepas dari itu, saya berharap otoritas penegakan hukum bisa memaksimalkan kerja mereka agar pelaku juga bisa dikenai hukuman maksimal," pungkas Reza. (jpg)