Karenanya, perlu ada gerakan khusus untuk memberikan peringatan kepada KPK. Terutama dari LSM atau aktivis antikorupsi. Menurutnya, KPK tidak salah dengan penerbitan SP3. Namun, keliru karena kurangnya inisiatif untuk melakukan penyelidikan kembali.
"Perlu ada demo, unjuk rasa ke KPK agar kasus ini bisa diteruskan lagi. Informasinya, satu LSM sudah mengajukan praperadilan," jelasnya.
Hanya, upaya KPK sebenarnya perlu juga ada political will dari pemerintah terutama dari presiden. Saat kasus Nazaruddin, SBY saat itu mendukung penuh KPK. Nazaruddin kabur ke Kolombia, namun bisa ditangkap karena ada restu presiden dan dukungan Polri.
"Sekarang ini rasanya tidak ada political will presiden. Kasus BLBI ini kan bukan hanya Sjamsul Nursalim saja (terlibat). Itu ada belasan orang karena ini kan ribuan triliun kerugian negara," urainya.
Abdullah khawatir, kasus-kasus dugaan korupsi lain yang berkaitan dengan nama-nama pengusaha besar juga akan berakhir dengan SP3. Ada kasus reklamasi, ada kasus e-KTP, kemudian ada Bank Century, kemudian ada kasus Meikarta.
"Arahnya akan ke sana juga (di-SP3). Untuk menyelamatkan kelompok sembilan naga. Tidak ada partai politik yang tidak berhubungan dengan kelompok ini," tukasnya.
Respons Dewas
Terpisah, Ketua Dewan Pengawas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean menuturkan terkait SP3 kasus BLBI sudah diterima laporannya. SP3 ini tidak ada keterlibatan Dewas.
Sesuai aturan yang ada, pimpinan KPK memang mesti membuat laporan kepada Dewas KPK seminggu setelah SP3 diterbitkan. "Kemarin sore baru kami terima. Tentu kami akan pelajari terlebih dahulu," ungkapnya di Gedung lama KPK, Kamis, 8 April.