Beda yang Dibaca dan Salinan Putusan, Muruah MK Terguncang Manipulasi

  • Bagikan
Ilustrasi Mahkamah Konstitusi (MK)

Pada konteks ini, yang perlu diketahui terlebih dahulu siapa aktor atau pelakunya. Tindakan mengubah isi putusan pengadilan merupakan pelanggaran terhadap prinsip integritas, apalagi jika dilakukan oleh hakim.

Artinya, hakim tidak mampu menjamin perilakunya agar tidak tercela dari sudut pandang pengamatan yang layak. "Kalau pelakunya ternyata hakim konstitusi maka kode etik yang berlaku tentulah kode etik dan perilaku hakim konstitusi," terang Amir Ilyas, Jumat, 3 Februari.

Sedangkan, jika pelaku perubahan berasal dari unsur pegawai MK, yang diberlakukan tentulah kode etik dan perilaku pegawai mahkamah. Hal ini dikarenakan tindakannya dianggap melanggar nilai dan norma pelayanan atas larangan mengubah, memalsukan, menghancurkan atau merusak setiap dokumen yang berada dalam pengawasannya.

Dari segi pidana, tindakan mengubah isi putusan ini adalah tindak pidana memalsukan surat. Jika melihat dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), tindakan ini diatur dalam pasal263-276 KUHP.

Dengan tindak pidana yang sering terjadi adalah berkaitan dengan Pasal 263 KUHP (membuat surat palsu atau memalsukan surat), dan Pasal 264 (memalsukan akta-akta otentik), serta Pasal 266 KUHP (menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik).

Memalsukan surat dapat diartikan surat itu sesungguhnya asli, tetapi ada isinya yang dipalsukan. Atau dengan kata lain “suatu perbuatan meletakkan keterangan palsu ke dalam suatu surat otentik.”

"Putusan MK merupakan surat otentik, karena dibuat dan dikeluarkan oleh pejabat berwenang, dalam hal ini oleh sembilan hakim konstitusi," paparnya.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan