FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Regulasi terkait ekspor pasir laut hingga kini terus menuai penolakan. Anggota Komisi IV DPR RI, Yohanis Fransiskus Lema, menilai, proses penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26/2023 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut (ekspor pasir laut) tidak transparan dan minim partisipasi publik.
Oleh karena itu, ia meminta penjelasan pemerintah terkait kebijakan pengelolaan hasil sedimentasi laut dan ekspor pasir laut.
Dia menambahkan, klaim pemerintah bahwa proses penyusunan PP itu telah berlangsung selama dua tahun dinilai minim partisipasi publik.
Dikatakan, sebagai mitra pemerintah, DPR juga tidak pernah diajak diskusi, bahkan kajian naskah akademis yang melandasi peraturan itu juga tidak dibuka ke publik.
Menurutnya, produk perundang-undangan seharusnya disertai dengan konsultasi publik dan sosialisasi, baik melibatkan masyarakat, pegiat lingkungan hidup, akademisi, atau lembaga swadaya masyarakat.
“DPR RI akan memanggil pemerintah untuk meminta penjelasan dan motif dari terbitnya PP tersebut. Kami sama sekali tidak tahu-menahu dan diajak diskusi tentang aturan ini. Proses pembuatannya tertutup dari publik. Kami baru tahu setelah PP ini keluar,” kata Fransiskus dalam keterangannya, Rabu (7/6/2023).
Lanjutnya, pemerintah seharusnya transparan terhadap kebijakan yang sangat berdampak pada masyarakat, khususnya nelayan dan masyarakat pesisir.
Penyusunan PP yang terkesan sepihak dikhawatirkan hanya sekadar berorientasi ekonomi dan penerimaan negara, tetapi melupakan pertimbangan ekologi.
DPR RI saat ini tengah menyusun revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Salah satu substansi dari revisi itu terkait upaya menjaga keseimbangan ekosistem dan ekologi, termasuk aktivitas ekonomi di ruang laut untuk tidak mengganggu proses konservasi. Pihaknya akan melihat sejauh mana substansi PP No 26/2023 sejalan terhadap revisi UU No 5/1990.
Terakhir, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu juga menyatakan Penyusunan PP memang ranah pemerintah. Namun, Indonesia perlu belajar dari kebijakan masa lalu mengenai ekspor pasir laut yang menuai banyak protes dan aspirasi publik yang menuntut untuk dihentikan.
Diketahui, PP ini diundangkan pada 15/5/2023 lalu. Dalam Pasal 9 Bab IV, butir 2 diatur izin ekspor yang berbunyi “Reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh Pelaku Usaha, ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Padahal kurang lebih 20 tahun lalu, dikeluarkan regulasi terkait pelarangan ekspor pasir untuk mencegah kerusakan lingkungan.
Hal itu diatur dalam Surat Keputusan (SK) Menperindag No 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut. (selfi/fajar)