Buntut Polemik Kabasarnas dan KPK, Jokowi Akan Evaluasi Penempatan Perwira TNI Aktif di Jabatan Sipil

  • Bagikan
Presiden Jokowi. Foto: Ricardo

Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI sebetulnya mengatur bahwa jabatan sipil hanya dapat diduduki prajurit yang sudah pensiun atau mundur. Hal itu termaktub dalam Pasal 47 ayat (1).

Namun, pada ayat (2), UU TNI mengatur ada sejumlah jabatan sipil yang diperbolehkan diisi prajurit aktif, yaitu Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), Kementerian Pertahanan (kemenhan), Sekretaris Militer Presiden, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Dewan Pertahanan Nasional (Wantanas), Basarnas, Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Mahkamah Agung.

Di samping itu, Pasal 47 ayat (3) UU TNI menegaskan bahwa prajurit yang duduk di beberapa lembaga, termasuk Basarnas, harus tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku dalam lingkungan itu.

Persoalan muncul karena Pasal 42 UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK menegaskan bahwa KPK "Berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum".

Sedangkan Pasal 65 ayat (2) UU TNI juga menegaskan bahwa prajurit hanya tunduk kepada kekuasaan peradilan militer "dalam hal pelanggaran hukum pidana militer".

Terlebih dalam pembahasan internal perubahan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, Mabes TNI mengajukan usulan agar prajurit aktif dapat lebih banyak menduduki jabatan di kementerian/lembaga.

Di usulan revisi UU TNI, prajurit aktif TNI bisa duduk di 18 kementerian lembaga, ditambah kementerian lain yang membutuhkan dengan alasan kehadiran prajurit aktif itu akan memberikan kontribusi yang membuat kinerja kementerian dan lembaga lebih baik.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan