Gugatan Untuk Mendiskualifikasi Gibran Bisa Ditolak, Pakar Hukum Ungkap Kelemahan Dalilnya

  • Bagikan
Cawapres nomor urut 02 Gibran Rakabuming Raka (Instagram)

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Mahkamah Konstitusi (MK) mulai menjalani persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres hari ini, Rabu, 27 Maret 2024. Persidangan digelar di ruang sidang utama MK, pukul 08.00 WIB.

Pakar hukum politik Unhas Mappinawang menilai bahwa gugatan kubu 01 dan 03 terkait dengan masalah formil. Peluangnya sekaiatan dengan keabsahan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres).

Hanya saja, pertanyaan kata dia, apakah pernah pihak 01 atau 03 mempersoalkan itu ke Bawaslu dan DKPP sebelum pemilu.

"Karena setahu saya, pihak ketiga yang mengajukan ke DKPP, bukan tim AMIN atau tim Ganjar-Mahfud," ujarnya.

Jika tidak pernah, maka di situ kelemahannya untuk dalil-dalil ingin mendiskualifikasi Gibran karena tidak dipersoalkan dari awal sebagai pihak yang dirugikan.

Seandainya sejak awal dipersoalkan di Bawaslu atau DKPP maka akan kuat di MK. "Jadi ini agak melemahkan," jelasnya.

Walaupun ada sisi yang berdasar karena ada keputusan DKPP maupun MKMK. Namun terkait selisih suara, menurutnya juga agak susah karena soal penghitungan itu sudah nyata dan dengan selisih cukup besar.

"Seandainya dari awal dipermasalahkan maka itu bisa berlanjut hingga diskualifikasi. Tapi masalahnya itu presiden. Betul anaknya, tapi presiden tidak masuk dalam struktur. Sementara secara formil, yang boleh dihukum itu kalau ada hubungan dalam struktur," pungkasnya.

Kalau Jokowi melakukan pelanggaran maka itu pelanggaran secara pribadi atau sebagai presiden.

"Jadi harus dilihat dulu apakah ada masuk di Bawaslu atau DKPP karena tidak boleh bermula di MK," ungkapnya.

Sisi positifnya kata dia, gugatan ini paling tidak mengungkap pelanggaran-pelanggaran. Meskipun tidak akan berakibat pada berubahnya pemenang.

"Bisa jadi memang ada kecurangan, tetapi tidak ada kaitannya dengan perolehan suara atau tidak mempengaruhi terpilihnya," jelansya.

Di sisi lain, gugatan ini juga pelajaran agar publik tahu bahwa ada fakta yang disahkan oleh hukum. Ada fakta tidak seharusnya terjadi di pemilu. (*)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan