Tambahnya, putusan MK wajib dimuat dalam berita negara, sehingga putusan merupakan bagian dari ketentuan atau pasal yang sudah diuji materilkan.
"Justru DPR dalam membentuk UU, termasuk melakukan perubahan atau revisi terbatas, materi muatan yang harus diatur salah satunya harus berisi tindak lanjut atas putusan MK (Pasal 10 ayat 1 huruf d UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan)," terangnya.
"Apa masih ada jalan lain, materi muatan yang diatur dalam revisi terbatas UU misalnya berbeda dengan apa yang terdapat dalam putusan MK?," tambahnya.
Prof. Amir mengatakan, jalan lain itu masih ada. Dengan catatan DPR bersama Pemerintah menganggap ketentuan yang dimunculkan itu karena pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
"Namun kasus yang sekarang, usia calon diutak-atik batas waktu menghitungnya, mau dikembalikan usia 30 tahun dihitung sejak calon dilantik sebagai Gubernur," imbuhnya.
Termasuk, lanjut Prof. Amir, dalam hal ini syarat presentase pengusungan calon melalui Parpol, 6,5 persen sampai dengan 10 persen berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) berdasarkan suara sah dari pemilu DPRD terakhir.
"Baik yang mendapatkan kursi di DPRD maupun yang tidak mendapat kursi (Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024), kemudian oleh DPR syarat itu dimaknai dengan menambahkan satu ketentuan di Pasal 40 UU Pemilihan, syarat dimaksud hanya berlaku untuk parpol yang tidak memiliki kursi di DPRD," tandasnya.
Prof Amir bilang, apa yang menjadi polemik belakangan ini bukan lagi terkait perubahan UU dengan alasan karena pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.