FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah berlangsung sebulan. Sejak dimulai pada 6 Januari 2025, kritik muncul dari berbagai pihak.
Namun, bagaimana para siswa penerima manfaat menilainya?
“Hambar!”
“Tidak enak sekali.”
“Minimal dimakani (walau tidak habis), dihargai toh. Gratis lagi.”
Demikian kalimat dari beberapa siswa yang fajar.co.id temui di Makassar. Tujuh orang yang kami temui, mengatakan hal serupa.
Salah satunya adalah Aksamadani, siswa kelas 7 SMP Negeri 17 Makassar. Sebulan mendapat MBG, ia jarang memakan jatahnya.
“Tidak enak sayurna. Keraski wortelna, baru hambarki sayur jagungna,” kata anak usia 13 tahun berambut plontos itu.
Bahkan, Aksa mengatakan temannya kerap menemukan makanannya sudah rusak secara fisik. Misalnya tempe yang sudah menghitam, dan telur yang berjamur.
“Telurnya biasa kayak jamur-jamur. Ada jamur bintik-bintik. Telur balado,” ujar Aksa.
Hal sama juga diungkapkan Alifa, teman kelas Aksa. Anak perempuan itu lebih ekstrem lagi.
“Saya hampir tiap hari nda kumakan. Biasa kukasi temanku atau guruku,” ujar Alifa.
Ia mengaku pernah melihat ayam krispi yang disajikan masih berdarah. Di luar dari itu, Alifa mengaku pada dasarnya memang tidak sembarang makan makanan.
“Itu hari ada temanku dapat ayam krispi tapi masih ada darahnya,” ucapnya, terus terang.
Siswa lain di sekolah itu, Tiwi dan Ilvy mengatakan hal sama. Dua perempuan yang tengah duduk di kelas 9 itu, bahkan bilang memakan jatahnya hanya karena tidak enakan jika mubazir dan dianggap tidak menghargai.
“Kumakanji, karena tidak enakki. karena takutki nanti mubasir. minimal dimakani, dihargai. Niat bagus toh, gratis lagi,” kata Ilvy.
“Masa tidak kumakan tawwa na,” ujar Tiwi.
Meski menunya kadang tidak enak, para siswa ini mengaku memang makanannya kadang-kadang enak.
Ilvy dan Tiwi, sama-sama suka menu daging dengan kentang.
“Itu enak sekali.”
Tapi menu itu, kata mereka, jarang disajikan. Selama sebulan, mereka mengingat baru dua kali.
Jadinya, yang lebih banyak disajikan adalah menu-menu yang tidak mereka sukai.
“Laukna ndak kusuka. Tidak ada biasa rasanya. Sayurnya rasa air. Tidak ada rasanya. Ada tahu. tahu coklat. Harusna manis, malahan tidak ada rasanya,” keluh Ilvy lagi-lagi.
Para siswa, saat program MBG ini mulai berlangsung mengaku senang. Karena bisa makan gratis tiap hari.
Orang tua pun senang. Karena pengeluaran untuk jajan anak-anak bisa dikurangi.
“Saya Rp20 ribu biasa kubawa. Tapi mamaku bilang Rp10 ribumo, karena sudah ada MBG," tutur Aksa.
Ia menghitung, tiap pekan, Aksa biasanya hanya makan dua kali menu MBG yang disajikan. Ia pun minta kembali uang jajannya dinaikkan Rp20 ribu.
“Jadi kumakan-makan, tapi nda kusukai. kubilang, ma kasi naikmi deh. karena biasa nda kumakanji dari Prabowo,” curhatnya.
Saat ini, Badan Gizi Nasional mencatat telah menjangkau 730 ribu penerima manfaat di 34 provinsi. Di Makassar sendiri, mulanya menyasar 10 ribu dari 198 ribu siswa yang ada.
“Untuk tahap 1 itu tiga kecamatan,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Makassar Nielma Palamba.
Nielma mengatakan saat ini jumlahnya bertambah. Ia tak membeberkan jumlahnya.
“Saya tidak hafal,” ujarnya.
Penentuan sasaran, kata Nielma bukan wewenang pemerintah kota. Pihaknya hanya mengirim data siswa.
“Bukan kita tentukan itu, tapi Badan Gizi Nasional,” ucapnya.
Begitu pula soal menu makanan. Nielma mengatakan semua urusan BGN.
“Mulai dari sasaran, sampai makanan. Semua BGN,” pungkasnya.
(Arya/Fajar)