FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Di antara ribuan penumpang yang hilir mudik di Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar, Selasa (18/3/2025), ada sosok Herman (58), seorang pedagang asongan yang telah setia menjajakan dagangannya sejak tahun 1990-an.
Dengan tekad kuat dan semangat pantang menyerah, Herman berjuang menghidupi keluarganya meski usia tak lagi muda.
"Dari tahun 1990-an saya sudah di sini, masih kecil saya punya anak. Anakku ada tiga, sudah semua menikah, cucu sudah sepuluh," cerita Herman dengan bangga.
Meski anak-anaknya sudah berkeluarga, Herman mengaku bahwa kehidupan mereka juga terbatas.
"Anak-anak kehidupannya terbatas juga. Kalau untuk biayai saya tidak bisa terlalu diharap," ujarnya.
Herman mengandalkan penghasilannya dari berjualan tikar dan barang asongan lainnya di sekitar pelabuhan.
"Per bulan kalau dinilai-nilai, paling banyak Rp2 juta. Biasa kan dapat per hari Rp50 ribu sampai Rp70 ribu. Tidak menentu," ucapnya.
Meski penghasilannya tak besar, Herman bersyukur bisa memenuhi kebutuhan hariannya.
"Kalau untuk kebutuhan harian, insyaallah mencukupi," katanya.
Berkat kerja kerasnya selama puluhan tahun, Herman berhasil membeli rumah sendiri.
"Alhamdulillah sudah bisa beli rumah sendiri dari hasil jualan di kapal ini," tambah Herman dengan senyum puas. Ia tinggal di Tello, Makassar, bersama keluarganya.
Namun, perjuangan Herman tidaklah mudah. Sebagai pedagang asongan, ia harus bersaing dengan ratusan pedagang lainnya.
"Kurang lebih seratus orang ini penjual asongan di kapal-kapal," Herman menuturkan.
Banyak di antara mereka, termasuk anak-anak, memilih naik ke kapal dengan memanjat tali karena dilarang menggunakan tangga.
"Banyak juga anak-anak di sini lebih memilih panjat tali kalau mau naik ke kapal menjual. Bagaimana tidak, mau naik di tangga, dilarang. Akhirnya terpaksa. Ada juga naik di mobil, karena kebutuhan toh," tukasnya.
Herman mengaku bahwa pilihan pekerjaannya terbatas karena hanya lulusan SMP.
"Cari pekerjaan lain? Saya lulusan SMP, kemungkinan pekerjaan lain kalau ijazah SMP kecil peluang untuk kerja di luar," imbuhnya.
Selain itu, kondisi kesehatannya juga menjadi penghalang. "Jadi satu-satunya di sini, saya juga asma jadi tidak bisa kerja berat," sambung dia.
Meski seharusnya sudah bisa beristirahat di rumah, Herman memilih untuk tetap bekerja.
"Harusnya ini istirahat ma di rumah, tapi keadaan menuntut untuk tetap bekerja," jelas dengan nada tegar.
Setiap hari, ia menghabiskan waktu berjam-jam di pelabuhan. "Kalau kapal masuk jam 17.00 sore, saya masuk ke sini jam 16.00 sore. Saya pulang jam 20.00 malam," bebernya.
Dengan menjual tikar seharga Rp10 ribu per buah, ia berharap bisa mendapatkan penghasilan sekitar Rp70 ribu per hari.
Untuk diketahui, Herman merupakan salah seorang pedagang asongan yang merasakan kebijakan baru pihak Pelabuhan Makassar.
Herman bersama para pedagang lainnya telah didata dan diberikan rompi khusus sebagai syarat agar bisa masuk ke kapal menjual barang maupun jasanya.
(Muhsin/fajar)