FAJAR.CO.ID, JAKARTA--Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China makin meradang setelah Presiden AS, Donald Trump mengenakan tarif impor sampai 34% terhadap negara tersebut.
Dengan tambahan tersebut maka total tarif yang harus ditanggung China setidaknya mencapai 54%. Pasalnya, AS sebelumnya sudah memberikan tarif tambahan 20%.
Kementerian Perdagangan China telah melakukan konferensi pers pada Rabu sore kemarin, pada 3 April 2025 dan menunjukkan sikap Beijing dalam menanggapi pemberlakuan tarif AS.
"China dengan tegas menentang langkah tersebut dan akan mengambil tindakan balasan yang tegas untuk melindungi hak dan kepentingannya yang sah," ujar kementerian Perdagangan China, Dikutip Sabtu (5/4/2025).
Perang dagang yang sedang berlangsung antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok telah memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian global, termasuk Indonesia.
Meskipun terdapat tantangan, Indonesia juga memiliki peluang untuk memanfaatkan situasi ini dengan menarik investasi dan memperluas pasar ekspor.
Pemerintah dan pelaku usaha perlu proaktif dalam merespons dinamika ini untuk memitigasi risiko dan memaksimalkan manfaat yang mungkin diperoleh.
Berikut beberapa dampak utama yang telah terjadi:
- Penurunan Pertumbuhan Ekonomi Global
Ketegangan perdagangan antara AS dan Tiongkok telah menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi di berbagai negara. Tarif yang saling dikenakan oleh kedua negara tersebut menghambat arus perdagangan internasional, yang pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi global.
Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) telah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia sebagai respons terhadap ketidakpastian ini.
- Kenaikan Harga Barang dan Inflasi
Pengenaan tarif impor menyebabkan kenaikan harga barang bagi konsumen. Di AS, misalnya, tarif yang dikenakan pada produk Tiongkok meningkatkan biaya bagi produsen dan konsumen, yang berkontribusi pada inflasi. Demikian pula, konsumen di Tiongkok menghadapi harga yang lebih tinggi untuk produk impor dari AS.
- Gangguan Rantai Pasok Global
Perusahaan multinasional yang bergantung pada rantai pasok global mengalami gangguan akibat tarif yang dikenakan. Banyak perusahaan mempertimbangkan relokasi produksi ke negara lain untuk menghindari tarif, yang menyebabkan pergeseran dalam rantai pasok global.
Beberapa negara di Asia Tenggara, seperti Vietnam dan Malaysia, telah menjadi tujuan relokasi tersebut, sementara Indonesia masih berupaya menarik investasi serupa.
- Dampak terhadap Pasar Keuangan
Pasar saham global mengalami volatilitas tinggi sebagai respons terhadap eskalasi perang dagang. Indeks-indeks utama seperti S&P 500 dan Nasdaq mengalami penurunan signifikan.
Investor menjadi lebih berhati-hati, yang berdampak pada penurunan investasi dan peningkatan permintaan terhadap aset-aset safe haven seperti emas.
- Implikasi bagi Indonesia
Indonesia, sebagai negara dengan perekonomian terbuka, turut merasakan dampak dari perang dagang ini:
Disisi lain, penurunan permintaan dari AS dan Tiongkok dapat mempengaruhi ekspor Indonesia. Namun, terdapat peluang untuk mengisi kekosongan pasar yang ditinggalkan oleh kedua negara tersebut.
Bahkan, beberapa perusahaan mempertimbangkan relokasi pabrik dari Tiongkok ke negara lain untuk menghindari tarif.
Indonesia memiliki peluang untuk menarik investasi tersebut, meskipun hingga kini negara seperti Vietnam dan Malaysia lebih banyak menerima manfaat ini.
Sementara, ketidakpastian global akibat perang dagang menyebabkan fluktuasi nilai tukar rupiah dan indeks harga saham gabungan (IHSG).
(Besse Arma/Fajar)