“Foto atau video pak Jokowi dan pak Prabowo itu bukan informasi elektronik yg dilindungi integritas, keaslian dan kerahasiaannya seperti yg dimaksud dlm UU ITE pasal 32 dan 35. Foto dan video pak Jokowi dan pak Prabowo bkn informasi elektronik milik pribadi atau badan hukum yg disimpan dan dilindungi dlm sistem informasi yg mereka miliki. Foto atau video itu merupakan informasi terbuka ada dimana-mana bisa dicari secara terbuka. Pasal 32 dan 35 tidak berlaku untuk ini,” tuturnya.
“Foto video presiden Prabowo dan Jokowi sdh beredar di medsos shg untuk mengubah, dan merekayasa bisa ambil dari medsos atau sumber2 terbuka lainnya, tak perlu melawan hukum dengan menerobos apalagi merusak sistem informasi elektronik milik orang lain. Sebagaimana pemahaman yg dimaksud dlm larangan pasal aquo,” jelasnya.
“Prinsip dasar yg menjadikan unsur pidana pasal 32 dan 35 ini harus dipahami dan harus memenuhi. Jika tdk demikian ya tdk bisa pakai pasal tersebut secara sembarangan,” sebutnya.
Henri menyebut ada beberapa pasal yang dicampur untuk menjerat pelaku. Padahal menurutnya pembuatan meme sebagai salah satu bentuk kritik.
“Apalagi pasal larangan computer crime ini dicampur dengan pidana pelanggaran ilegal content yg jenis pidananya computer related crime. Kejahatan menggunakan komputer yaitu untuk menghina atau berisi melanggar kesusilaan, ini tambah melenceng lagi,” sebutnya.
“Sepertinya pasal2 tersebut digunakan dicampur asal bisa untuk menjerat pelaku. Padahal membuat meme satire seperti itu bagian dari kritik yg dibolehkan oleh UUD 45 pasal 28 F, dan tidak dilarang UU, krn bukan fitnah, pencemaran nama baik, bukan pula ujaran kebencian dan permusuhan berdasar Suku, agama, ras, etnis dan kelompok minoritas lain,” terangnya.