Proses hukum dalam kasus ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri serta Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri.
Kombes Henry menekankan bahwa pelanggaran yang dilakukan bersifat sadar dan sengaja, tanpa adanya unsur paksaan, sehingga pantas mendapatkan sanksi maksimal.
"Perbuatan ini bukan sekadar pelanggaran individu, melainkan telah merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi kami," tambahnya.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa tidak ditemukan faktor yang meringankan dalam kasus ini. Justru kesadaran penuh pelaku dalam melakukan tindakan tercela menjadi pertimbangan utama pemberian sanksi berat.
"Polri konsisten dalam penegakan hukum, baik kepada masyarakat maupun terhadap anggota sendiri. Prinsip equality before the law benar-benar kami tegakkan," tegas Henry.
Kasus ini diharapkan menjadi pelajaran berharga bagi seluruh jajaran Polri untuk senantiasa menjaga integritas dan moralitas.
"Seragam Polri adalah simbol kehormatan yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab. Setiap anggota harus menyadari bahwa mereka memikul amanah besar dari masyarakat," kuncinya.
(Muhsin/fajar)