FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat, Didik Mukrianto menyebut ada bahaya besar yang mengancam di konflik antara Iran dan Israel.
Lewat cuitan di akun media sosial X pribadinya, Didik menyebut salah satu bahaya yang ditakutkan adalah serangan Amerika Serikat ke fasilitas nuklir Iran.
Dimana menurutnya, serangan ini melibatkan aspek hukum internasional, etika, dan politik yang kompleks
“Serangan Amerika thd fasilitas Nuklir Iran, bisa berdampak kepada bahaya kebocoran radiasi nuklir! Siapa yang bertanggung jawab?,” tulisnya dikutip Selasa (24/6/2025).
“Akibat serangan Amerika Serikat ke Iran melibatkan aspek hukum internasional, etika, dan politik yang kompleks,” tuturnya.
“Menurut Piagam PBB, serangan militer thd fasilitas nuklir suatu negara tanpa persetujuan DK PBB dpt dianggap sbg pelanggaran hukum internasional, kecuali jika dilakukan dlm konteks pembelaan diri yang sah. Jika serangan AS menyebabkan kebocoran radiasi, AS dpt dianggap bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan & kemanusiaan yang ditimbulkan, sesuai dg prinsip tanggung jawab negara (#stateresponsibility) dlm hukum internasional,” tambahnya.
Di sisi lain, Badan Energi Atom Internasional menyebut ini memiliki resiko ke pelepasan radiasi yang tentunya berbahaya ke manusia dan lingkungan.
“Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menegaskan bhw fasilitas nuklir tdk blh diserang krn risiko pelepasan radiasi yg dpt membahayakan manusia & lingkungan. Resolusi IAEA GC(XXXIV)/RES/533 menyatakan bhw serangan thd fasilitas nuklir dpt memiliki konsekuensi serius, baik di dlm maupun di luar batas negara yg diserang. AS, sbg pelaku serangan, dpt dianggap bertanggung jawab atas dampak radiasi yg melintasi batas negara,” jelasnya.
“Protokol Tambahan I (1977) dari Konvensi Jenewa melarang serangan thd instalasi yg mengandung “bahan berbahaya” spt fasilitas nuklir, yg dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang luas atau membahayakan penduduk sipil. Jika kebocoran radiasi tjd, AS dpt dianggap melanggar kewajiban ini. Konon infonya AS menggunakan bom penghancur bunker (GBU-57A/B MOP) u/ menyerang fasilitas nuklir Iran, yang bisa dianggap menunjukkan adanya niat u/ menghancurkan infrastruktur nuklir. Jika serangan ini menyebabkan kebocoran radiasi, AS akan sulit menghindari tanggung jawab krn sengaja menargetkan fasilitas sensitif,” ujarnya.
Bahaya ke depannya, beberapa pihak menurut Didik bisa dimintai tanggung jawab yaitu Israel dan Amerika Serikat yang jelas-jelas terlibat.
“Israel, sbg sekutu AS yg dilaporkan memulai serangan awal thd fasilitas nuklir Iran pd 13 Juni 2025, jg dpt dimintai tanggung jawab jika terbukti bhw serangan mereka memicu eskalasi yang menyebabkan kebocoran radiasi,” ungkapnya.
Sementara Iran menurutnya bisa meminta diadakannya sidang darurat dan mengutuk serangan yang sebelumnya diberila oleh Amerika.
“Apa yang bisa dilakukan Iran?
Iran dpt meminta sidang darurat DK PBB u/ mengutuk serangan AS. Namun, AS sbg anggota tetap dg hak veto dpt menghalangi resolusi yang menyalahkan mereka,” paparnya.
“Iran dapat mengajukan kasus ke ICJ u/ menuntut ganti rugi atas kerusakan akibat kebocoran radiasi. Namun, AS tidak menerima yurisdiksi wajib ICJ, shg proses ini mungkin tdk efektif,” lanjutnya.
“IAEA dpt menyelidiki dampak serangan thd fasilitas nuklir & memberikan rekomendasi, tetapi tdk memiliki kekuatan u/ memaksa AS membayar ganti rugi.
Jika kebocoran radiasi terjadi, tanggung jawab utama kemungkinan besar akan jatuh pada AS sebagai pelaku serangan, terutama jika terbukti bahwa serangan dilakukan tanpa pembenaran hukum yang jelas (misalnya, tanpa bukti ancaman langsung dari Iran),” sebutnya.
Kesimpulan yang diambil oleh Didik sendiri adalah Amerika Serikat bisa menjadi pihak yang paling bertanggung jawab terkait hal ini.
Dimana menurutnya, ada indikasi kesegajaan dengan menyerang fasilitas nuklir Iran dengan berbagai dampak besar yang kemungkinan akan ditimbulkan.
“Dlm praktiknya, atribusi tanggung jawab bisa dipolitisasi. AS bs menolak tanggung jawab dg klaim bhw serangan diperlukan u/ mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir,” terangnya.
“Menurut pandangan Saya, secara hukum, AS bisa mjd pihak yg paling bertanggung jawab akibat serangannya thd fasilitas nuklir Iran, krn diindikasikan dg sengaja menargetkan infrastruktur sensitif yang dpt menyebabkan konsekuensi lingkungan dan kemanusiaan yang serius. Namun, Iran juga dpt dimintai tanggung jawab jika terbukti ada kelalaian dlm pengelolaan fasilitas nuklirnya. Dlm konteks politik, penegakan tanggung jawab akan sulit krn kemungkinan veto AS di Dewan Keamanan PBB dan dinamika geopolitik kompleks yg lainnya,” pungkasnya.
(Erfyansyah/fajar)