FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Hutama Karya (HK), Bintang Perbowo, serta Kepala Divisi Pengembangan Bisnis dan Investasi M. Rizal Sutjipto ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (6/8).
Kedua tersangka itu ditahan terkait keterlibatannya dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di sekitar Jalan Tol Trans Sumatera (JTSS) tahun anggaran 2018–2020.
KPK memutuskan melakukan penahanan terhadap kedua tersangka setelah melakukan pemeriksaan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
“KPK melakukan penahanan kepada kedua tersangka untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 6 sampai dengan 25 Agustus 2025 di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih,” kata Plt Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu saat menggelar konferensi pers.
Kedua tersangka dijerat melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam kasus ini, KPK juga menetapkan dua tersangka lain, yakni Iskandar Zulkarnaen selaku pemilik PT Sanitarindo Tangsel Jaya (STJ) dan korporasi STJ. Namun, penyidikan terhadap Iskandar dihentikan karena telah meninggal dunia pada 8 Agustus 2024.
Mengacu hasil penyelidikan, Bintang Perbowo memutuskan strategi pembelian lahan di sekitar JTSS melalui rapat direksi.
Bintang Perbowo selanjutnya memperkenalkan Iskandar kepada direksi untuk menawarkan lahan di Bakauheni. Selain itu, Bintang juga meminta Iskandar memperluas kepemilikan lahan dengan membeli tanah masyarakat sekitar agar dapat dibeli langsung oleh PT HK melalui PT STJ.
Permintaan pembelian lahan tersebut disampaikan Bintang kepada Rizal Sutjipto, dengan alasan tanah mengandung batu andesit yang bisa dijual. Selanjutnya, pada September 2018, PT HK melakukan pembayaran tahap I sebesar Rp 24,6 miliar.
KPK menemukan sejumlah penyimpangan, mulai dari pengadaan lahan yang tak masuk dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) 2018, dokumen risalah rapat direksi yang dibuat mundur tanggalnya, hingga ketiadaan SOP pengadaan lahan serta penunjukan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
Hingga 2020, PT HK tercatat telah membayar Rp 205,14 miliar untuk lahan di Bakauheni dan Kalianda, namun lahan tersebut belum dapat dikuasai atau dimiliki BUMN.
Berdasarkan laporan BPKP, kerugian negara akibat transaksi ini mencapai Rp 205,14 miliar, terdiri dari Rp 133,73 miliar di Bakauheni dan Rp 71,41 miliar di Kalianda.
KPK juga telah menyita 122 bidang tanah di Bakauheni dan Kalianda yang menjadi objek pengadaan, 13 bidang tanah milik Iskandar dan PT STJ, serta satu unit apartemen di Bintaro, Tangerang Selatan.
"KPK melalui Direktorat Antikorupsi Badan Usaha terus mendorong iklim dunia usaha yang berintegritas, salah satunya melalui Panduan Cegah Korupsi (PANCEK) sebagai pedoman bisnis bebas konflik kepentingan dan praktik suap,” pungkasnya. (fajar)