Laporan Komnas Perempuan 2021 yang menyoroti temuan mereka dari kasus-kasus yang dilaporkan, menyebutkan bahwa sekitar 78% kasus kematian PMI perempuan di Timur Tengah dan daerah lainnya terkait dengan kekerasan fisik atau psikologis. Ini adalah seruan mendesak agar setiap nyawa PMI dilindungi. Pemerintah harus berupaya keras untuk mencari tahu apa yang terjadi dan memastikan keadilan bagi mereka yang telah tiada.
Tugas melindungi PMI adalah tugas yang besar dan kompleks, melibatkan banyak pihak. Institusi seperti Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia/ BP2MI harus bekerja lebih keras dalam menghadapi tantangan ini.
Kemenlu, Antara Diplomasi dan Kenyataan Lapangan
Sebagai garda terdepan perlindungan Warga Negara Indonesia di luar negeri, Kemenlu memiliki peran penting sesuai amanat Pasal 42 UU PPMI. Namun, sering kali ada jurang antara amanat hukum dan realitas di lapangan. Peran diplomasi kita cenderung lebih fokus pada hubungan bilateral dan kepentingan ekonomi, bukan pada perlindungan hak-hak WNI. Migrant CARE 2022 menyebutkan bahwa hanya kurang dari 5% pengaduan kasus di perwakilan diplomatik di Timur Tengah dan daerah lain yang dapat dituntaskan.
Ini menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem pengawasan dan evaluasi kinerja para diplomat terkait penanganan kasus PMI. Para diplomat kita sering kali tidak memiliki sumber daya, pelatihan, atau bahkan kemauan yang memadai untuk menangani kasus-kasus kekerasan dan eksploitasi, membuat pengaduan PMI dianggap urusan kecil yang kurang diprioritaskan.