Jangan Biarkan Pahlawan Devisa Berjuang Tanpa Perlindungan

  • Bagikan
Zuli Hendriyanto Syahrin

BP2MI, Hambatan yang Belum Terurai

Sebagai garda terdepan, BP2MI memiliki tugas dan tanggung jawab besar sesuai Pasal 46 dan 48 UU PPMI. Namun, data pelayanan pengaduan BP2MI 2023 mencatat lebih dari 2.000 pengaduan kasus kekerasan tidak terselesaikan. Selain itu, temuan Pusat Studi Migrasi Indonesia (PSMI) 2023 menyoroti lamanya proses aduan yang bisa memakan waktu 1-2 tahun, menunjukkan birokrasi BP2MI yang masih lamban dan tidak efisien. Katanya menjadi garda terdepan, tapi BP2MI sering kali terperangkap dalam tumpukan berkas.

Kita memiliki lebih dari 500 Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang terdaftar. Namun, kurang dari 1% di antaranya yang izinnya dicabut karena pelanggaran berat dalam lima tahun terakhir. Pengawasan yang lebih kuat dan tegas, sesuai dengan Pasal 259 UU PPMI tentang pidana bagi yang menempatkan PMI secara ilegal, adalah kunci untuk mencegah eksploitasi. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang efektivitas pengawasan BP2MI. Apakah ada permainan di balik layar, ataukah sistem pengawasannya yang tumpul dan tidak memiliki taring?

Anggaran yang Tidak Memadai, Masalah Klasik

Masalah mendasar lainnya adalah anggaran BP2MI yang hanya kurang dari 0,5% dari total devisa PMI. Angka ini menunjukkan bahwa Pemerintah belum sepenuhnya serius mengalokasikan sumber daya yang proporsional untuk perlindungan PMI. Bagaimana mungkin sebuah Kementerian atau Badan ini dengan tugas sebesar itu bisa bekerja optimal dengan anggaran yang begitu minim? Ini adalah refleksi kegagalan sistem dari Pemerintah yang seharusnya lebih melindungi PMI.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan