Jangan Biarkan Pahlawan Devisa Berjuang Tanpa Perlindungan

  • Bagikan
Zuli Hendriyanto Syahrin

Menuju Perlindungan yang Lebih Kuat

Kita tidak bisa hanya memperbaiki sedikit demi sedikit. Kita perlu berpikir besar dan bertindak berani. Berikut ini beberapa langkah solusi yang dapat dipertimbangkan untuk membangun sistem perlindungan yang benar-benar kokoh:

  1. Hentikan secara bertahap pengiriman PMI sektor informal. Menurut laporan ILO 2023, menyumbang lebih dari 70% kasus kekerasan, pelecehan, dan penahanan gaji. Penghentian ini harus dilakukan secara terencana dengan menciptakan mekanisme transisi yang masif, seperti program pelatihan bersubsidi untuk mengubah keterampilan PMI ke sektor formal yang memiliki perlindungan hukum lebih kuat.
  2. Nasionalisasi seluruh aset dan operasional P3MI swasta. Dengan lebih dari 500 P3MI swasta yang beroperasi dengan berbagai skandal, nasionalisasi adalah satu-satunya cara untuk menghilangkan motif keuntungan yang menjadi akar dari eksploitasi, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Mekanisme ini dapat dilakukan dengan menyerahkan ke BUMN yang berfokus pada penempatan PMI, diikuti dengan tata kelola yang efisien, transparan, dan diawasi oleh audit independen.
  3. Bentuk unit investigasi gabungan yang independen dari Kemenlu dan BP2MI, dengan wewenang penuh untuk menuntut oknum pejabat pemerintah, P3MI, dan sindikat yang terlibat. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) 2022 melaporkan bahwa 95% kasus pidana terkait PMI tidak pernah diselesaikan tuntas, menunjukkan perlunya lembaga yang berwenang dan independen.
  4. Kemenlu harus bekerja sama dengan Interpol untuk mengeluarkan red notice bagi majikan yang terbukti melakukan kejahatan berat. Crisis Centre Migrant Worker memperkirakan ada setidaknya 500 kasus majikan kejam setiap tahun yang seharusnya bisa dikenakan red notice. Untuk membuatnya efektif, Indonesia harus mengadvokasi dan meratifikasi perjanjian bilateral dan multilateral yang mencakup mekanisme ekstradisi.
  5. Alokasikan minimal 20% dari total devisa yang disumbangkan PMI setiap tahun untuk dana perlindungan, advokasi, dan pelatihan. Dengan devisa tahunan mencapai USD 14,22 miliar, ini berarti setidaknya USD 2,84 miliar harus dialokasikan. Dana ini harus dikelola oleh Badan Dana Perlindungan PMI yang independen dan diawasi ketat.
  6. Terapkan doktrin diplomasi baru yang memprioritaskan HAM dan perlindungan warga negara di atas kepentingan ekonomi, sesuai dengan Pasal 43 UU PPMI. Tuntut secara terbuka dan tegas negara-negara yang tidak menghormati hak-hak PMI.
  7. Setiap kematian PMI di luar negeri harus diaudit secara forensik oleh tim independen. Pusat Kajian Hukum Migrasi 2022 menunjukkan bahwa 65% kasus kematian PMI tidak memiliki laporan autopsi lengkap. Ini sejalan dengan Pasal 42 UU PPMI yang mengamanatkan perlindungan hak-hak PMI, termasuk hak atas nyawa.
  8. Berikan pelatihan dan pendampingan hukum serta psikologis bagi keluarga PMI di tanah air. Jaringan Buruh Migran 2023 menunjukkan bahwa lebih dari 80% keluarga PMI tidak memahami hak-hak dasar maupun prosedur pengaduan yang benar.
  9. Kembangkan sistem digital terintegrasi yang melacak setiap PMI dari awal hingga akhir masa kerjanya, menggunakan teknologi biometrik dan GPS, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 50 dan 71 UU PPMI.
  10. Berikan sanksi ekonomi atau hentikan hubungan diplomatik dengan negara-negara yang terbukti secara sistematis melakukan pelanggaran terhadap hak-hak PMI. Koalisi Buruh Migran mencatat bahwa dalam kurun waktu 2020-2023, tidak ada sanksi diplomatik atau ekonomi yang diberikan kepada negara pelanggar.
  11. Berikan wewenang kepada BP2MI atau lembaga baru untuk mengajukan gugatan hukum kolektif terhadap majikan dan agensi asing yang melanggar hak-hak PMI, dengan biaya ditanggung negara. LBH Jakarta 2021 menemukan bahwa biaya litigasi adalah hambatan utama bagi korban.
  12. Bentuk Dewan Independen yang terdiri dari akademisi, aktivis HAM, dan mantan PMI untuk mengawasi kinerja Kemenlu, BP2MI, serta Badan Dana Perlindungan PMI. Ombudsman 2022 mencatat bahwa 90% aduan terkait pelayanan publik di BP2MI tidak ditindaklanjuti dengan serius. Dewan ini akan memastikan transparansi dan akuntabilitas.

Sebuah Janji untuk Perlindungan Penuh

Pekerja migran kita bukanlah hanya angka atau sumber devisa. Mereka adalah anak-anak bangsa yang berani, yang meninggalkan keluarga dan tanah air demi masa depan yang lebih baik. Mereka adalah bagian tak terpisahkan dari kita.

Di bawah Kepemimpinan Bapak Presiden Prabowo Subianto, sudah saatnya Pemerintah kita berhenti hanya memberi gelar pahlawan devisa dan mulai menjadi Pelindung Sejati. Ini adalah pilihan mendasar bagi Indonesia. Apakah kita akan terus membiarkan mereka berjuang sendirian, atau kita akan berdiri tegak bersama mereka, melindungi setiap hak dan setiap nyawa dengan sepenuh hati?

Sebagai bangsa yang besar, kita harus memastikan bahwa setiap WNI di mana pun mereka berada, dapat merasakan perlindungan dan kasih sayang dari tanah air kita. Hal ini sejalan dengan amanat Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa tujuan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. (*)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan