Keberaniannya tidak hanya terwujud dalam strategi militer, tapi juga dalam tindakan nyata membangun keharmonisan antara ABRI dan rakyat, seperti dibuktikan dengan berdirinya Gedung Manunggal ABRI-Rakyat dan Masjid Al-Markaz Al-Islami di Makassar yang kemudian diberi nama Masjid H. Muhammad Jusuf Al-Markaz Al-Islami.
Kejujurannya sebagai prajurit dan ketegasannya sebagai pemimpin membuatnya dikenang sebagai sosok pemimpin sejati dari timur Indonesia.
Sementara itu, Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie yang lahir di Parepare pada 25 Juni 1936, adalah putra Bugis yang mengangkat derajat bangsa Indonesia di mata dunia melalui kecerdasan luar biasanya. Dikenal sebagai teknokrat, ilmuwan, dan intelektual muslim, Habibie mengukir prestasi di Jerman dalam bidang teknologi dirgantara.
Dia bahkan berhasil mengungguli bangsa Yahudi dalam peringkat akademik global berkat kedisiplinannya dalam belajar, spiritualitasnya yang mendalam, dan kecintaannya pada ilmu pengetahuan. Pengakuannya bahwa kecerdasan bangsa Yahudi diperoleh dari kebiasaan membaca dan mengamalkan Al-Qur’an menginspirasi Habibie untuk melakukan hal yang sama, sebuah pendekatan yang menyatukan ilmu dan iman, intelektualitas dan spiritualitas.
Kecerdasannya membawanya pulang ke tanah air setelah dijemput langsung oleh Jenderal Muhammad Jusuf atas permintaan Presiden Soeharto. Habibie kemudian diangkat menjadi Menteri Riset dan Teknologi selama hampir dua dekade, menginisiasi lahirnya industri penerbangan nasional melalui IPTN (dulu PT. Nurtanio).