Pergundikan Budak

Artis Lucinta Luna Murka Diremas Bokongnya di Tempat Karaoke
Ilham Akbar Habibie Bertekad Lanjutkan Cita-cita BJ Habibie
Firli Bahuri Bakal Andalkan Penyitaan Barang Hasil Korupsi
Iis Dahlia Kenang Hal yang Tak Terlupakan dari B.J.Habibie
Dengan begitu, ketika Syahrur bermain "akrobat" perihal _kontak seksual yang dibolehlan di luar nikah_ tapi musti _via_ "pergundikan budak", gagasannya pun macet, karena praktik dan konsepsi "perbudakan" _per se_ telah sirna dalam peradaban manusia kontemporer. Di titik ini, Syahrur lalu melakukan komodifikasi "kebolehan kontak seksual di luar pernikahan" , namun ia telah "kehilangan subyek" budak, sebagai alas aktualnya, sehingga ia mengubahnya dengan argumen sejauh "suka sama suka" di antara pelaku kontak seksual, tidak demonstratif di muka publik, dan tidak menorobos 'keharaman permanen' sebagai yang digariskan Al-Quran.
Di sinilah anomali ontologis dan juga epistemologis telah mengerkah pikiran dan metodologi Syahrur karena merujuk ke teks suci Al-Quran, _malakat aymanakum_ yang sejatinya telah kehilangan 'konteksnya' di masa modern ini.
Syahrur, juga metodologi hukum Islam yang diajukannya, sebab itu, tidak saja gagal "mengurai kebuntuan" rasionalisasi kemungkinan (istilah pejoratif Syahrur dan Abdul Azis sang penulis disertasi) kehalalan kontak seksual "non marital" , tapi sekaligus ia terjerumus pada apa yang diandaikan _philosophy of science_ sebagai epistemologi dan aksiologi "yang mengelak". (*)