“Kita saat ini memang masih dalam periode ketidakpastian dan kita belum tahu kapan secara pasti ini akan berakhir. Menurut WHO kita masih harus berdampingan dengan virus sampai vaksin ditemukan,” ungkapnya.
Terpisah, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ariyo Irhamna mengatakan, dalam hal ini pemerintah harus pro aktif untuk memastikan jumlah pekerja yang dirumahkan dan di PHK. Hal itu agar bantuan sosial bisa tepat sasaran.
“Pemerintah perlu meminta data-data pekerja yang di PHK dan dirumahkan kepada perusahaan. Sehingga alokasi dan distribusi bantuan bisa tepat sasaran kepada yang membutuhkan,” ujarnya kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (17/5).
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) Haiyani Rumondang menyebutkan data yang tercatat sebanyak 1.727.913 pekerja. Data terakhir adalah 1.722.958.
“Total antara pekerja yang dirumahkan dan pekerjaan di-PHK, yang formal dan informal ini sejumlah 1.727.913 orang. Data ini adalah data hasil cleansing. Jadi hasil cleansing itu sudah lengkap identitasnya, namanya, di mana pekerjaannya, jenis pekerjaannya, nomor handphonenya dan sebagainya,” kata dia.
Adapun rinciannya, yakni pekerja formal yang dirumahkan sekitar 1.033.000 orang, kemudian yang di-PHK sekitar 377.249 orang. Untuk pekerja informal yang terdampak sekitar 316.976. Mereka tersebar di berbagai perusahaan.(din/fin/fajar)