Lebih lanjut Mufti mengatakan, jika pengurus rumah ibadah di tingkat desa mengajukan surat aman dari Covid-19 ke Gugus Tugas tingkat kecamatan, belum tentu bisa memetakan angka r-naught/R0. Termasuk, angka effective reproduction number/Rt Covid-19 hingga ke level terbawah.
”Nanti, kecamatan kesusahan mengkaji R0 dan Rt sampai ke kawasan terbawah. Pasti dilempar ke kabupaten dan seterusnya. Jadinya sangat administratif. Ini takmir musala di desa-desa di Pasuruan dan Probolinggo, daerah pemilihan saya, juga pengurus gereja, tanya saya, semua menilai aturan Menag berbelit meski tujuannya bagus,” imbuh Mufti.
Dia menambahkan, dengan sistem pemetaan yang dilakukan Kemenag, dan bukan diurus sendiri oleh pengurus rumah ibadah, juga memudahkan penilaian tanggung jawab publik. Sebab, jika kemudian ada kasus penularan, maka surat aman dari Covid-19 itu akan dicabut.
”Kalau Kemenag yang jemput bola, ada nilai tanggung jawabnya. Jangan kemudian, misal masjid sudah menyelenggarakan kegiatan keagamaan, kemudian ditemukan kasus penularan, maka pengurus masjid yang akan di-bully masyarakat,” paparnya.
Seperti diberitakan, Kemenag menyiapkan panduan kegiatan keagamaan di rumah ibadah saat pandemi. Pembahasannya dipimpin oleh Menteri Agama Fachrul Razi, diikuti Wakil Menteri Agama, serta pimpinan Ditjen Bimbingan Masyarakat masing-masing agama.
“Edaran itu nantinya sebagai panduan dalam pelaksanakan kegiatan keagamaan di rumah ibadah bagi semua umat beragama dengan tetap mentaati protokol kesehatan,” ujar Fachrul Razi, Kamis (28/5). Ketentuannya, Fachrul meminta agar kecamatan bisa memberikan rekomendasi pembukaan rumah ibadah. Pertimbangannya, kecamatan lebih mengetahui situasi daerahnya masing-masing terhadap kerentanan terdampak virus Korona.