Terlepas dari Kadir Halid bersaudara dengan NH, memang Kadir salah apa jika punya keinginan untuk menjadi Ketua DPD Golkar Sulsel? Toh, bukankah ia juga kader yang punya hak untuk itu, sepanjang memenuhi persyaratan. Kendati belakangan, Kadir Halid memutuskan berhenti dengan tidak mengembalikan formulir pendaftaran. Namun, keputusannya itu tidak lantas memupus tudingan miring terhadap NH.
Bahkan, keputusan Kadir mundur dari kontestasi, dianggap hanya akal-akalan. NH masih tetap saja dituding hendak melanggengkan dominasinya melalui sosok Hamka B. Kadhy yang ikut meramaikan kontestasi. Maklum, Hamka dikenal sebagai sahabat NH yang paling loyal. Begitu pula Saat NH memutuskan pelaksanaan Musda X dipindakan ke Jakarta, pun, dinilai sebagai akal-akalan untuk memuluskan Hamka. Pokoknya, apapun dilakukan NH untuk kepentingan Golkar Sulsel, bagi para penentangnya, tetap saja salah.
Sikap Faksi Pembaharuan yang dinilai berlebihan, ditunjukkan saat Supriansa mendapat diskresi dari DPP Golkar. Supri - begitu Anggota DPR RI itu dipanggil - mendapat pengecualian, agar dapat mengikuti proses tahapan pendaftaran calon ketua. Supri pun diinterpretasi sebagai titipan DPP Golkar, lalu mendapuknya menjadi punggawa Faksi Pembaharuan.
Para penentang NH, “surat sakti” Supri itu, diartikulasi, bukan hanya sekadar diskresi. Bahkan dimaknai lebih jauh sebagai isyarat kalau NH sudah “habis”. Tak heran kalau kemudian ada yang latah menunjukkan dukungan kepada Supri secara terbuka melalui video pendek. Bahkan, bukan hanya itu, percakapan di warung-warung kopi, misalnya, tak jarang memunculkan narasi dan bunyi, “habisi Nurdin Halid”.