Perbedaan PSBB Total dengan PSBB Sebelumnya, Ini Detailnya

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan memastikan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) total akan berlaku mulai Senin (14/9) besok. Pengetatan PSBB ini dilakukan agar tidak berdampak pada sektor ekonomi, sosial dan budaya.

PSBB total ini diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 33/2020 dan Pergub 79/2020 tentang PSBB diperbarui oleh Pergub 88/2020. PSBB total ini akan diterapkan selama 14 hari sejak (14/9) sampai dengan (27/9).
Lantas, apa saja bedanya PSBB Total dengan PSBB Transisi pada 4 Juni-13 September dan PSBB sebelumnya pada 10 April-3 Juni. (*)

Sektor usaha masih tetap dibuka

Sektor usaha tetap diizinkan beroperasi meski Pemprov DKI Jakarta mengetatkan PSBB. Meskipun 11 sektor usaha tetap diizinkan beroperasi selama PSBB total, namun tetap mematuhi aturan protokol kesehatan dan membatasi hanya 50 persen pengunjung.

Di antaranya sektor kesehatan; bahan pangan, makanan dan minuman; energi; komunikasi dan teknologi informasi; keuangan, perbankan, sistem pembayaran dan pasar modal; logistik; perhotelan; konstruksi; industri strategis; pelayanan dasar publik dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional dan kebutuhan sehari-hari.

Pada PSBB periode 10 April-3 Juni 2020, semua kegiatan itu diizinkan beroperasi selama mengikuti protokol kesehatan. Kemudian, memasuki PSBB transisi sebagai awal new normal, kegiatan itu diizinkan beroperasi 50 persen dari kapasitas maksimal dengan mengikuti protokol kesehatan.

Aturan pembatasan mobilitas

Ojek online (Ojol) tetap diizinkan beroperasi untuk mengangkut penumpang dan membawa barang selama PSBB total. Namun tetap mematuhi protokol kesehatan Padahal pada periode 10 April-3 Juni 2020, ojol dilarang untuk mengangkut penumpang. Sementara memasuki PSBB transisi diperbolehkan dengan mematuhi protokol kesehatan.

Sementara itu, pembatasan ganjil-genap yang sempat berlaku pada PSBB transisi kini tidak lagi diberlakukan. Pengguna kendaraan pribadi hanya boleh mengangkut dua orang per baris, kecuali berdomisili di alamat yang sama.

Kemudian, surat izin keluar-masuk (SIKM) juga tidak berlaku lagi. Namun, hari bebas kendaraan bermotor atau car free day (CFD) juga ditiadakan.

Sektor fasilitas umum harus ditutup

Kegiatan di ruang publik harus ditutup selama PSBB total, hal ini dilakukan guna menghindari terjadinya kerumunan orang. Kelima sarana dan prasarana umum yang ditutup diantaranya institusi pendidikan; kawasan pariwisata dan taman rekreasi; taman kota dan RPTRA; sarana olahraga publik; dan tempat resepsi pernikahan. Aturan ini sama seperti PSBB 10 April-3 Juni 2020.

Rumah ibadah tetap diizinkan untuk digunakan namun dengan catatan hanya boleh digunakan oleh warga setempat. Sementara itu, akad nikah dan pemberkasan perkawinan, hanya bisa dilakukan di kantor urusan agama (KUA) atau pencatatan sipil tanpa acara resepsi.

Bahkan, aktivitas olahraga juga hanya boleh dilakukan di sekitar rumah. Pemprov DKI juga melarang untuk berkumpul lebih dari lima orang.

Sektor perkantoran dibatasi

Fokus PSBB kali ini dalam konferensi pers yang disampaikan pada Minggu (13/9) siang berfokus pada klaster perkantoran. Klaster perkantoran dipandang sangat berkontribusi besar menyumbangkan penambahan kasus positif Covid-19 di Indonesia.

Aktivitas perkantoran terbagi menjadi dua, ada yang diizinkan beroperasi dengan kapasitas 25 persen dan 50 persen. Namun, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menganjurkan agar kantor swasta dengan fungsi nonkebencanaan memberlakukan work from home (WFH).

Sanksi pelanggar PSBB Total

Pelanggar PSBB total baik itu perorangan maupun bidang usaha akan dikenakan sanksi progresif bila tidak mematuhi protokol kesehatan. Denda bagi pelanggar yang tidak memakai masker sebesar Rp 250.000. Jika melakukan pelanggaran yang sama untuk kedua kalinya, maka sanksinya naik satu kali lipat menjadi Rp 500.000 dan begitu seterusnya.

Untuk pelaku usaha yang melakukan pelanggaran. Pelanggaran pertama akan dikenakan sanksi penutupan 3×24 jam, jika berulang, maka dikenakan denda administrasi sebesar Rp 50 juta.

Jika masih melakukan pelanggaran untuk ketiga kalinya, maka denda naik menjadi Rp 100 juta dan pelanggaran yang keempat dendanya menjadi Rp 150 juta. Bahkan, jika terlambat membayar denda dalam waktu 7 hari maka izin usahanya akan dicabut. (jpc/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan