Polemik Pernyataan Ahok, Deddy: Terlalu Riskan, Bisa Saja Menyebabkan Kehancuran

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID -- Pernyataan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok masih berpolemik. Ahok mengatakan, sebaiknya Kementerian BUMN dibubarkan dan dibentuk super holding seperti Temasek di Singapura, dengan alasan Presiden pun tidak mungkin mengawasi seluruh BUMN.

Menurut Anggota Komisi VI DPR RI, Deddy Sitorus, pernyataan Basuki tersebut sangat gegabah dan tidak logis, sebab BUMN di Indonesia itu tidak sama dengan Singapura. Landasan filosofisnya beda, sejarah kelahirannya beda, tujuan dan fungsinya beda dan belum lagi kondisi serta sistem politiknya.

Dalam konteks Indonesia, kata Deddy, menyatukan seluruh BUMN dalam sebuah super holding justru berpotensi melahirkan masalah yang sangat besar di kemudian hari.

“Bayangkan kalau seluruh kekayaan negara di BUMN dikelola oleh satu orang saja, itu terlalu riskan dan bisa saja menyebabkan kehancuran yang tidak terbayangkan,” ungkapnya.

Keberadaan Kementerian BUMN, lanjut Deddy, justru memudahkan tugas Presiden dalam menata dan mengawasi BUMN. Mengenai rekrutmen pengurus BUMN itu melalui mekanisme yang dilakukan oleh Kementerian dan melibatkan Presiden melalui Mensetneg dan Menseskab, terutama untuk BUMN strategis.

“Kementerian BUMN juga mendampingi serta mengawasi rencana kerja BUMN melalui RUPS, menempatkan komisaris-komisaris sebagai perpanjangan tangan di BUMN. Belum lagi pengawasan melalui DPR RI, BPK, Kejaksaan dan KPK. Jadi sebenarnya keberadaan Kementrian BUMN itu memudahkan pengelolaan BUMN,” ujar Deddy.

Oleh karena itu, Deddy mendesak, agar Road Map Kementerian BUMN dan kerja-kera pengawasan BUMN oleh DPR menjadi lebih efektif dan terukur.

Terkait dengan pernyataan Ahok soal Direksi Pertamina, Deddy menyatakan, hal itu tidak etis dan hanya akan merusak suasana kerja di dalam Pertamina. Ia juga menyarankan Ahok menyelesaikan masalah itu secarai internal, melaporkan kepada pemegang saham, atau membawa data-data penyelewengan kepada instansi terkait.

Lebih lanjut, Deddy mengatakan, fungsi komisaris itu menjalankan pengawasan pelaksanaan program kerja BUMN berdasarkan RKAP yang disetujui di dalam forum RUPS. Sementara terkait strategi atau aksi korporasi lainnya merupakan kewenangan Board of Directors atau jajaran direksi, yang akan dilaporkan dalam Rapat Koordinasi dan dipertanggung jawabkan dalam RUPS berikutnya.

“Saya mendengar yang terjadi di Pertamina adalah bahwa Pak Basuki mencampuri terlalu jauh hal-hal teknis yang menjadi kewenangan Direksi. Saya ingin mengingatkan bahwa Komisaris punya alat untuk melakukan kerja pengawasan melalui Rapat Koordinasi, Komite Audit, Komite Risiko, Komite Nominasi dan sebagainya,” ujar Deddy.

Jika ada perbedaan pandangan soal kebijakan atau strategi maka dibawa kepada pemegang saham, dalam hal ini Kementerian BUMN. Jika ada penyimpangan, Komisaris bisa meminta audit atau investigasi atau membawanya ke ranah penegakan hukum.

“Apa yang dilakukan Pak Basuki dengan ribut di ruang publik tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan hanya akan merusak suasana kerja di Pertamina,” ungkap Deddy.

“Saya berharap Pak Basuki mampu menjalankan fungsi dan amanahnya dengan baik,” kata Deddy.

Politikus PDIP itu mengatakan, publik berharap Basuki mampu mendorong perubahan secara radikal dalam arti menyentuh akar persoalan. Juga melakukan perubahan yang komprehensif, yang menyentuh semua aspek seperti budaya organisasi, SDM, manajemen, proses bisnis, profesionalisme, dan sebagainya.

“Saya berharap Pak Basuki membuang jauh-jauh dulu pikiran negatif yang didengar dari pihak lain dan mencoba duduk bersama jajaran Direksi untuk memahami secara utuh masalah dan kebijakan teknis,” kata Deddy.

Ia juga menyarankan, sebaiknya Ahok perlu secara serius mendalami alam pikir Pertamina sebagai perusahaan di bidang energi. “Kita menunggu gebrakan yang sistematik, bukan kegaduhan yang sistematik,” pungkasnya. (JPC)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan