Sementara, penyalahgunaan wewenang terjadi dalam hal penandatanganan berita acara pengharmonisasian yang dilakukan oleh pihak yang justru tidak hadir pada rapat harmonisasi tersebut: Kepala Biro Hukum KPK dan Direktur Pengundangan, Penerjemahan dan Publikasi Peraturan Perundang-undangan Ditjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Ombudsman, Robert juga menjelaskan perihal tugas dan fungsi KPK yang harus sejalan dengan asas transparansi dan partisipasi dalam pembuatan regulasi.
"Ombudsman berpendapat, KPK melakukan maladministrasi berupa penyimpangan prosedur, yakni tidak menyebarluaskan informasi ihwal rancangan Peraturan KPK pada sistem informasi internal setelah dilakukan proses perubahan hingga 6 (enam) kali rapat harmonisasi terhadap rancangan Peraturan KPK tersebut," tegas Robert.
Sementara pada tahapan pelaksanaan asesmen TWK, ditemukan maladministrasi di mana BKN tidak berkompeten dalam melaksanakan asesmen TWK.
Dalam pelaksanaannya, BKN ternyata tidak memiliki alat ukur, instrumen dan asesor untuk melakukan asesmen tersebut. Pada akhirnya menggunakan instrumen yang dimiliki Dinas Psikologi AD dan pada saat pelaksanaan asesmen TWK, pihak BKN hanya bertindak selaku pengamat (observer) dan asesmen sepenuhnya dilakukan oleh Dinas Psikologi Angkatan Darat (DISPSIAD), Badan Intelijen Strategis ( BAIS-TNI), Pusat Intelijen TNI Angkatan Darat (PUSINTEL AD), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Intelijen Negara (BIN). (dra/fajar)