Adapun pertimbangan hukum yang menjadi rujukan Jubir MK tidak memuat kalimat tegas bahwa Putusan 112/PUU-XX/2022 berakibat pada perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK periode saat ini.
“Yang menjadi rujukan Jubir MK adalah paragraf 3.17 halaman 117 yang terkait kesegeraan membuat putusan dengan mempertimbangkan segera berakhirnya masa jabatan agar memperoleh kepastian hukum dan kemanfaatan berkeadilan,” tuturnya.
Menurutnya, dalam sebuah perumusan undang-undang pemberlakuan norma baru di tengah suatu kondisi hukum yang berjalan, seperti soal masa jabatan dalam suatu periode, maka dirumuskan dalam peraturan peralihan.
Taufik mengingatkan bahwa dasar kewenangan dan fungsi MK merupakan negative legislator, yaitu hanya menyatakan suatu norma undang-undang sejalan dengan konstitusi atau melanggar konstitusi.
“Yang menjadi masalah adalah MK yang semestinya sebagai negative legislator tapi dalam putusan ini bertindak sebagai positive legislator, akibatnya terdapat norma baru ciptaan putusan MK,” ucapnya.
Oleh karena itu, ujarnya, Putusan 112/PUU-XX/2022 yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat atas masa jabatan pimpinan MK dari empat tahun menjadi lima tahun telah menempatkan MK sebagai positive legislator dan menggeser makna dari model putusan bersyarat menjadi putusan yang memuat norma baru.
“Karena itulah jika model putusan inkonstitusional bersyarat maupun putusan konstitusional bersyarat maka harus dibatasi dengan maksud menafsirkan bagaimana menerapkan norma yang diuji, bukan menambah norma baru,” tandas Taufik. (Pram/Fajar)