FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Presiden terpilih Prabowo Subianto terus merangkul rivalnya di Pilpres 2024. Jika Nasdem dan PKB bergabung, koalisi pemerintah menguasai parlemen.
Koalisi Indonesia Maju (KIM) memiliki kekuatan 71,88 persen di parlemen. Hanya PDI Perjuangan dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang berpotensi memilih jalan oposisi. Hanya saja, kekuatannya kecil. Jika PDIP dan PKS bergabung, kekuatannya hanya 28,11 persen di parlemen.
Bisa dipastikan koalisi Prabowo-Gibran mendominasi kekuatan parpol. Ini terlalu berisiko, tidak ada checks and balances terbangun. Namun sebaliknya, jika Prabowo tak merangkul rival, kekuatannya di parlemen belum aman. Tak cukup 50 persen.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Hasanuddin Prof Sukri Tamma, menilai Prabowo saat ini berupaya membuktikan diri bahwa dirinya bisa menyatukan seluruh pihak.
Prof Sukri menilai, pemerintahan Prabowo lebih aman jika memiliki banyak teman. Kekuatan koalisinya tak cukup 50 persen di parlemen.
"Itu jelas akan bermasalah untuk kepemimpinan ke depan. Pemerintahan Prabowo belum aman," ujarnya, kemarin.
Sukri menghitung setidaknya Prabowo harus bisa merangkul tiga partai di parleman untuk mendapatkan kuota yang diharapakan.
Selain Nasdem dan PKB, PKS cukup mendapat sorotan dalam lobi-lobi ini. PKS cukup lama menjadi oposisi selama kepemimpinan Presiden Jokowi.
Menurutnya, PKS memiliki ruang untuk bergabung, jika melihat jejak kedekatan partai, PKS konsisten mendukung Prabowo dalam dua kali konstestasi Pilpres sebelumnya. Sementara untuk PDIP, memang diharapkan mau mengambil posisi oposisi ini.
"Ini supaya terjadi keseimbangan, nah kalau keseimbangan seperti itu kan Pak Prabowo pada akhirnya akan gesit sebagai orang yang berdiri di tengah kekuatan-kekuatan itu,” jelasnya.
Selain untuk memastikan kepemimpinannya berjalan baik, di satu sisi Prabowo juga berupaya membuktikan diri tidak disetir pihak manapun. Sebab, stigma bayang-bayang Jokowi terhadap Prabowo masih cukup santer dibicarakan masyarakat.
Menurut Sukri, menggaet seluruh partai diyakini akan bisa menekan stigma tersebut.
"Dengan mendekati banyak parpol, itu menunjukkan bahwa ia tidak hanya tunduk pada Pak Jokowi. Karena tentu kan harus bisa berbagi dengan para pendukung lainnya,” ujarnya.
Dia melihat kekhawatiran persoalan demokrasi dengan ketidakberimbangan koalisi dan oposisi ini pada dasarnya hanya dari sudut pandang saja. Esensi dari demokrasi adalah memperjuangkan kepentingan masyarakat.
Menurutnya, koalisi mengedepankan hak-hak masyarakat, maka demokrasi akan tetap berjalan semestinya. "Saya kira (koalisi gemuk,red) tidak ada masalah,” sambung Sukri.
Lebih lanjut dirinya juga mencontoh oposisi selama periode pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. Oposisi hanya menyisakan Partai Demokrat dan PKS.
Namun kata dia Jokowi tetap mendapat kepuasan berdasarkan hasil survei hingga 70 persen. Yang berarti masyarakat merasa kepentingan mereka masih diperjuangkan.
Sementara pendapat berbeda dilayangkan Pengamat Politik Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UNINAM) Prof Firdaus Muhammad.
Prof Firdaus menilai ada ancaman besar yang menanti jika koalisi seluruhnya berada di bawah payung yang sama.
"Koalisi besar mengancam demokrasi terutama soal check and balance,” terang Guru Besar Komunikasi Politik Islam ini.
Menurutnya, diperlukan oposisi yang loyal dalam mengawal pemerintah. Hanya saja jika melihat dinamika yang ada, justru nampak tak ada partai yang berani mengambil posisi tersebut.
"PKS dan Demokrat era Jokowi Maruf tidak bertahan akhirnya masuk pemerintahan juga,” ujarnya.
Pun dia melihat PDIP juga demikian. PDIP dinilai masih sulit mengambil peran oposisi. Ditambah Probowo yang masih berpeluang melakukan lobi ke Megawati.
"Hubungan keduanya masih bisa dirajut. Mungkin Mega belum bisa komunikasi dengan Jokowi sementara waktu, tapi dengan Prabowo mungkin terjalin komunikasi politik," bebernya.
Sementara Presiden terpilih Prabowo Subianto mengunggah momen bertemu dengan Ketum Partai NasDem Surya Paloh di Kertanegara. Prabowo menyinggung Surya Paloh dan NasDem memutuskan untuk bergabung dan bekerja sama dengan pemerintahannya.
Momen itu diunggah Prabowo di akun X (twitter) @prabowo pada Jumat, 26 April. Kedua tampak berbincang. Prabowi juga menyebut Paloh sebagai sahabat lama.
Prabowo menyebut Surya Paloh juga sudah menyampaikan keputusannya untuk bergabung ke pemerintahannya.
"Alhamdulillah Bapak Surya Paloh dan Partai Nasdem menyampaikan keputusannya untuk bergabung dan bekerja sama untuk kepentingan rakyat dan bangsa Indonesia," ujar dia. (*)