Rupiah Masih di Bawah Kendali AS, Bank Indonesia Naikkan BI Rate

  • Bagikan
Bank Indonesia. Foto: Ilana Adi Perdana/Jawa Pos.Com/JPNN

FAJAR.CO.ID, JAKARTA--Tak ada pilihan selain menyesuaikan. Langkah itu yang diambil Bank Indonesia (BI).

THE Federal Fund Rate (FFR) alias The Fed bertahan di level 5,25-5,5 persen. Situasi ini membuat rupiah mengalami tekanan. Pengusaha lebih memilih mengalihkan modal di luar negeri, ketimbang di Indonesia.

Pertimbangan ini pula yang membuat BI memutuskan menaikkan BI rate. Dari 6 persen menjadi 6,25 persen. Amerika Serikat melalui dolarnya masih menjadi penentu atas moneter global, termasuk Indonesia.

"Batas toleransi kenaikan BI rate itu sangat dipengaruhi suku bunga The Fed. Kalau Amerika tinggi, kita mesti ikut itu," papar analis finansial Sutardjo Tui, Jumat, 26 April.

Sebagai penguasa ekonomi dunia, suku bunga acuan Amerika sangat memengaruhi ekonomi dunia. Ketika suku bunga The Fed lebih tinggi dibanding BI rate, investor akan ramai-ramai kabur. Mereka mencabut saham, lalu menanamnya dalam bentuk dolar.

"Kapan The Fed tinggi, orang (investor) ke sana semua itu. Mereka cairkan uangnya di Indonesia, atau jual saham, lalu beli obligasi di Amerika. Uang berpindah ke sana, kita kehabisan uang di sini. Jadi (terjadi) inflasi lagi di dalam negeri," terangnya.

Kebijakan Baru

Sejauh ini, indeks nilai tukar USD terhadap mata uang utama (DXY) menguat tajam. Mencapai level tertinggi 106,25 pada 16 April 2024. Perkembangan tersebut memberikan tekanan depresiasi kepada hampir seluruh mata uang dunia, termasuk nilai tukar rupiah.

Bank Indonesia terus mengarahkan kebijakannya untuk menjaga stabilitas rupiah. Skenario atau asumsi baseline bank sentral dengan probabilitas di atas 75 persen memperkirakan Fed funds rate (FFR) akan turun sekali tahun ini.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan