FAJAR.CO.ID,NTT – Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) menegaskan bahwa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap Ipda Rudy Soik tidak berhubungan dengan persoalan mafia bahan bakar minyak (BBM) di Kota Kupang.
Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol Ariasandy menjelaskan PTDH tersebut terjadi karena "tujuh laporan polisi" yang diterima Bidang Propam dalam dua bulan terakhir.
Laporan ini terkait operasi tangkap tangan (OTT) pada 25 Juni 2024, di mana Ipda Rudy Soik dan tiga anggota Polri lainnya diduga melakukan pelanggaran etika saat jam dinas.
Mantan Kapolres Timor Tengah Selatan itu mengatakan bahwa tujuh laporan terhadap Ipda Rudy Soik tersebut, jelasnya, diawali dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Paminal Polda NTT terhadap Ipda Rudy Soik bersama tiga anggota Polri lainnya yakni AKP Yohanes Suhardi (YS), Ipda Lusiana Lado (LL) dan Brigpol Jean E. Reke (JER) yang berstatus istri orang pada 25 Juni 2024 di sebuah tempat hiburan di saat jam dinas berlangsung bersama orang.
Dari OTT tersebut anggota Paminal Polda NTT membuat Laporan Polisi dengan nomor LP-A/49/VI/HUK.12.10./2024/Yanduan tanggal 27 Juni 2024. Berdasarkan laporan tersebut dilakukan serangkaian proses penyelidikan dan penyidikan.
"Atas pelanggaran tersebut, Ipda Rudy Soik mendapat sanksi Penempatan pada tempat khusus selama 14 (empat belas) hari dan mutasi bersifat demosi selama tiga tahun keluar wilayah Polda NTT," bebernya, dikutip dari ANTARA.
"Putusan ini berdasarkan Putusan Sidang Kode Etik Profesi Polri Nomor: PUT/34/VIII/2024 tanggal 28 Agustus 2024. Sanksi Demosi selama 3 (tiga) tahun tersebut diputuskan, karena sebelumnya yang bersangkutan Ipda Rudy Soik pernah melakukan pelanggaran dan menjalani empat kali sidang disiplin dan kode etik pada tahun 2015 dan 2017," jelasnya.